Kantor Perwakilan

Perkuat HAM di Bidang Pendidikan melalui Workshop Sekolah Ramah HAM

Pontianak-Pokja Sekolah Ramah HAM (SRHAM) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) dan Komnas HAM RI Perwakilan Kalimantan Barat melaksanakan rangkaian kegiatan “Workshop Pelanggaran HAM di Sekolah: Akar Masalah dan Solusinya” pada 12-13 Juli 2023 di Pontianak, Kalimantan Barat. Kegiatan ini dilaksanakan sebagai upaya Komnas HAM RI untuk mencari dan menggali dari berbagai pihak apa sebenarnya akar masalah dari terus munculnya beragam bentuk pelanggaran HAM dan apa solusi yang tepat yang dapat diberikan oleh stakeholder dalam isu pendidikan.

Dalam Seminar “Pelanggaran HAM di Sekolah: Akar Masalah dan Solusinya”, Putu Elvina, Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM RI menjelaskan bahwa sarana, prasarana, dan infrastruktur belum merata sehingga menyebabkan belum terpenuhi pendidikan yang merata. “Sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru juga belum dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat mengingat masih ada wilayah yang jumlah sekolahnya tidak mencukupi jumlah siswa di wilayah tersebut”, tambah Putu. Kemudian metode pembelajaran yang diberikan oleh guru harus disesuaikan dan ramah HAM agar nilai-nilai HAM tertanamkan kepada siswa. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat telah berupaya untuk meratakan pendidikan dengan membangun 24 sekolah baru, yaitu 15 Sekolah Menengah Atas (SMA), 8 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), 1 Sekolah Luar Biasa (SLB) yang tersebar di kabupaten/kota di Kalimantan Barat.

Kemudian, dalam Focus Group Discussion (FGD) “Pelanggaran HAM di Sekolah: Akar Masalah dan Solusinya”, para peserta yang terdiri dari perwakilan lembaga negara di Kalimantan Barat, pejabat di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat, NGO/CSO Kalimantan Barat, dan para alumni Sekolah Ramah HAM (SRHAM 2019) menyampaikan situasi dan kondisi dunia pendidikan di Pontianak, akar masalah munculnya pelanggaran HAM di sekolah, solusi yang pernah dilaksanakan oleh para peserta dalam menghapus pelanggaran HAM di sekolah, dan kondisi program yang pernah dibuat oleh masing-masing peserta.

Intoleransi, perundungan, kekerasan biasa atau seksual baik dalam bentuk verbal maupun sikap, dan diskriminasi masih terjadi di sekolah. Korban dan pelaku dapat berasal dari murid, orang tua, kepala sekolah, dll. Namun, telah ada upaya di berbagai sekolah di wilayah Kalimantan Barat untuk menyelenggarakan sekolah inklusi. Beberapa upaya lain yang harus dilakukan untuk menekan pelanggaran HAM di sekolah adalah dengan memaksimalkan pendidikan karakter baik kepada tenaga pendidik maupun siswa, pemerintah setempat merumuskan kebijakan dalam bidang pendidikan yang ramah HAM, meningkatkan keterampilan dan keahlian tenaga pendidik dan menyesuaikan proses pembelajaran dengan siswa disabilitas, dan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan. (LA)