Banda Aceh, Rabu
23 Oktober 2022, Kepala Komnas HAM Perwakilan Aceh, Sepriady Utama didampingi
Subkoordinator Layanan Fungsi Penegakan HAM (Mulia Robby Manurung), Analis
Pelanggaran HAM (Sri Mauliani), Penata Mediasi Sengketa HAM (Yacub Ubaidillah)
dan Pemantau Aktivitas HAM (Eka Azmiyadi) menerima kunjungan Direktur Rumoh
Transparansi (Crisna Akbar) didampingi oleh Ka.Dep Advokasi dan Bantuan Hukum
Rumoh Transparansi (Andi Suhanda) dan perwakilan Greenpeace Indonesia (Mhd.
Arifsyah Nasution) dalam rangka diskusi terkait Urgensi Pengesahan International
Labour Organization Convention (Konvensi ILO) Nomor 188 tentang Pekerjaan
Dalam Penangkapan Ikan.
Pada pertemuan tersebut
Sepriady Utama menyampaikan bahwa Komnas HAM sebagai lembaga mandiri yang
memiliki fungsi Pendidikan dan penyuluhan, pengkajian penelitian, pemantauan
penyelidikan dan mediasi berdasarkan Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang
HAM memberikan perhatian khusus terhadap perlindungan bagi Pekerja Migran
Indonesia terkhusus para Awak Kapal Perikanan (AKP) asal Aceh yang bekerja di
atas kapal perikanan asing
Direktur Rumoh Tranparansi,
Crisna Akbar menjelaskan maksud dan tujuan dari pertamuan ini yaitu terkait
pembentukan tim 9 (Sembilan) dengan komposisi anggota yang berlatar belakang
berbeda mulai dari pemerintahan, organisasi masyarakat sipil/serikat buruh,
maupun asosiasi perikanan, seafood, serta perusahaan perekrutan dan
penempatan, yang diberi mandat untuk menyusun rekomendasi peta jalan yang akan
mendorong akselerasi proses ratifikasi Konvensi ILO 188 tentang Pekerjaan Dalam
Penangkapan Ikan.
Crisna menyampaikan bahwa pekerjaan
disektor penangkapan ikan merupakan salah satu pekerjaan yang memiliki tingkat
kecelakaan / resiko yang tinggi. Hasil dari temuan Tim 9 dilapangan sebagian
besar AKP migran yang bekerja di kapal perikanan asing berasal dari Aceh,
dimana sebagian besar dari mereka mengalami potensi dugaan terjadinya
pelanggaran HAM seperti upah yang tidak dibayarkan sesuai kontrak, dan
perlakuan tidak manusiawi yang diterima para AKP selama bekerja di atas kapal
perikanan. Keadaan ini diperparah dengan adanya oknum yang tidak bertanggung
jawab dalam proses perekrutan para AKP tersebut.
Arifsyah menambahkan
pentingnya upaya kolaborasi bersama dalam mengadvokasi berbagai tindak
kekerasan yang dialami oleh AKP Migran termasuk dengan kanal pengaduan bagi
para AKP untuk dapat menyuarakan berbagai pengalaman mereka selama bekerja di
kapal perikanan asing.
Menanggapi hal tersebut,
Sepriady Utama menyampaikan bahwa apa yang telah dilakukan oleh Rumoh
Tranparansi dan Greenpeace sejalan dengan Pasal 100 Undang-Undang Nomor 39
tahun 1999 tentang HAM dimana setiap orang berhak berpartisipasi dalam perlindungan,
penegakan dan pemajuan hak asasi manusia. Yacub Ubaidillah menambahkan bahwa fungsi
Komnas HAM dibidang Pemantauan dan penyelidikan serta mediasi bisa digunakan
dalam menanggapi terkait isu-isu dugaan pelanggaran HAM yang dialami para AKP
dan fungsi pengkajian dan penelitian yang dapat memberikan saran-saran mengenai
aksesi dan atau ratifikasi terhadap Konvensi ILO 188 tersebut.
Selain mempelajari Peraturan
Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Perlindungan Awak Kapal
Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran, Komnas HAM Perwakilan Aceh akan
mengusulkan kepada Komnas HAM RI di Jakarta agar mempertimbangkan dibentuknya
Kelompok Kerja / Gugus Tugas Khusus Tematik Penanganan Pekerja Migran termasuk
AKP yang bekerja di atas kapal perikanan asing. Hal ini sejalan dengan
prioritas kerja 6 (enam) bulan pertama Anggota Komnas HAM Periode 2022 – 2027
yang memberikan atensi khusus terhadap kelompok marginal yang salah satunya
adalah pekerja migran. (SM/YU/SP )