Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi
Nasional Hal Asasi Manusia (Komnas HAM) mendukung Kepolisian untuk mengusut
tuntas dugaan penggunaan peluru tajam dalam kerusuhan pada 21-22 Mei. Polri
sendiri sudah membentuk tim khusus untuk menyelidiki penyebab kematian enam
orang dan semua hal yang terkait dalam kerusuhan terkait Aksi 22 Mei itu.
Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan
Damanik menyambut baik langkah ini, apalagi sebelum pecah kerusuhan ditemukan
sejumlah senjata lengkap dengan amunisinya berusaha diselundupkan. Polri pun
juga sudah sejak jauh hari menyebut diduga ada pihak ketiga yang ingin membuat
onar pada Aksi 22 Mei, karena personel Polri dan TNI sudah diinstruksikan tak
memakai peluru tajam.
"Oh iya, kan sudah
disebutkan kan ada kelompok tertentu di luar aparat keamanan. Bahkan ada
barang-barang bukti tertentu. Kita tentu sebagai Komnas HAM sangat senang kalau
seandainya itu diusut dengan tuntas, sehingga terbuka," kata Taufan di RS
Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Kamis (23/5).
Taufan menambahkan, jika memang
ada kelompok lain di luar Polri dan TNI, maka itu sudah masuk ranah pidana.
Dimana pihak kepolisian juga berkeyakinan tentang pihak ketiga dimaksud
berdasarkan bukti-bukti penyelundupan senjata dimaksud.
"Tapi kan sementara ini
polisi berkeyakinan dan punya bukti-bukti awal bahwa ada pihak ketiga yang
menumpangi dan membuat kerusuhan dan kemudian ada peluru tajam itu,"
imbuhnya.
Saat ini, Komnas HAM
mempercayakan kepada Polri untuk mengusutnya seraya juga akan mengawasi tim
khusus dimaksud.
"Kita percayakan saja dan
kita mengawasi jalannya tim itu. Koordinasi kita juga dengan mereka
selalu," ujarnya.
Diketahui aksi unjuk rasa menolak
hasil Pemilu 2019 di depan Kantor Bawaslu RI, Jakarta, berujung rusuh.
Kerusuhan terjadi sejak Selasa (21/5) hingga Rabu (22/5) dini hari. Kemudian
berlanjut pada Rabu (22/5) malam hingga Kamis (23/5) dini hari.
Hingga saat ini polisi telah
menangkap 300 orang terkait aksi berujung kerusuhan yang berlangsung pada 21-22
Mei. Jumlah ini bertambah dari sebelumnya yang mencapai 257 orang.
Sejumlah barang bukti pun telah diamankan seperti kendaraan ambulans dengan lambang partai politik, uang dalam pecahan rupiah maupun dolar, senjata tajam, molotov, alat komunikasi, kamera, hingga petasan berbagai ukuran.
Belum Bisa Simpulkan Pelanggaran
HAM
Sejauh ini Komnas HAM sudah
mendatangi rumah sakit-rumah sakit tempat korban-korban luka dirawat, yakni
RSUD Tarakan, Rumah Sakit Budi Kemuliaan, dan RSCM.
Setelah berkunjung ketiga rumah
sakit, Taufan menyatakan pihaknya belum bisa menyimpulkan ada tidaknya dugaan
pelanggaran HAM dalam kerusuhan selama 21-23 Mei.
"Belum, belum ya. Belum bisa disimpulkan sejauh ini," kata Taufan.
Taufan juga mengatakan pihaknya
belum mendapatkan laporan terkait dugaan penggunaan peluru tajam. Komnas HAM
berpegang pada informasi pihak ketiga di luar Polri dan TNI, mengingat semua
aparat keamanan yang ditugaskan di lapangan hanya dibekali peluru hampa dan
peluru karet.
"Kami masih mempercayai
bahwa ada informasi dari pihak kepolisian aparat yang mereka tugaskan itu
dikasih yang paling maksimum peluru karet," tuturnya.
Meski begitu, Taufan
menggarisbawahi, bahwa pihaknya akan mendalami prosedur pengamanan aksi oleh
aparat keamanan, mengingat setiap pengamanan pasti memiliki SOP yang sudah
diatur.
"Ini yang mau kita dalami,
apakah SOP sudah berjalan dengan baik misalnya. Apalagi sudah ada yang
meninggal dunia, itu perlu kita lihat," ujarnya.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta, korban meninggal akibat kerusuhan berjumlah enam orang. Keenam korban meninggal berada di Rumah Sakit Tarakan Jakarta Pusat (1 orang), RS Pelni Jakarta Barat (2 orang), RS Budi Kemuliaan Jakarta Pusat (1 orang), RS AL Mintohardjo (1 orang), dan RSCM (1 orang).
(sas/osc)