Jakarta - Komnas HAM menyoroti
peristiwa diseretnya narapidana kasus narkoba di Lapas Nusakambangan. Komnas
HAM pun meminta pihak Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS)
mengevaluasi sistem secara menyeluruh agar kejadian serupa tak terulang.
"Sekarang ada tindakan
Kalapas dicopot, staf diperiksa, tapi kita harap ada pemeriksaan lebih
menyeluruh. Pemeriksaan menyeluruh kan terkait dengan sistemnya, sehingga tidak
terjadi lagi," ucap Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, Jumat
(3/4/2019).
Taufan menilai kekerasan terhadap narapidana seperti menjadi watak petugas lapas. Dia pun menyoroti persoalan rekrutmen dan pembinaan petugas lapas.
"Banyak orang lakukan, yang
lain tidak cegah maka jadi watak mereka. Maka rekrut staf, pembinaan ada
masalah, maka tidak cukup dengan menghukum sekian belas orang," ucap
Taufan.
"(Evaluasi) SOP, rekrutmen dan pembinaan staf, kalau tidak punya mental bina narapidana, maka akan seperti itu, kalau ada kurang cocok dari napi akan lakukan kekerasan," sambungnya.
Dia menyarankan agar ada sanksi
yang jelas bagi para petugas yang terbukti melanggar standar operasi. Taufan
juga meminta para petugas lapas dibina agar memahami secara detail prosedur
yang sesuai aturan, termasuk bagaimana cara para petugas Lapas bertindak jika
terjadi perlawanan dari narapidana.
"Mungkin sudah baik tapi
harus dipertegas, apa sanksi kalau langgar SOP. Misal petugas lapas kadang
hadapi perlawanan, kalau lakukan perlawanan, seperti apa? Apa menembak orang?
Tentu tidak. Ada teknik, kalau kurang seperti itu, pasti brutal," ucap
Taufan.
Kondisi psikologis dari petugas
lapas juga disebutnya harus menjadi perhatian. Alasannya, para petugas lapas
itu menghadapi orang-orang yang bisa saja melakukan tindakan tidak menyenangkan
dari para narapidana.
Selain kejadian di Lapas, Taufan
juga menyoroti pendidikan dan pembinaan para petugas lapas. Menurutnya perlu
ada koreksi sistemik karena kejadian kekerasan dari petugas lapas disebutnya bukan
terjadi satu atau dua kali saja.
"Kita dipertontonkan seolah sudah bagus, kan ada Politeknik Pemasyarakatan, pendidikan seperti ini mirip STPDN, empat tahun, orang ini dibina, dididik, rekrut baik. Tapi tenyata masih terjadi praktik seperti ini, ini tidak bisa disebut insiden, kalau insiden, satu dua orang ada pencegahan, ini tidak, massal mereka melakukan. Maka ini menjadi kebiasaan. Maka koreksi sistemik. Ini pasti ada sistem keliru" kata Taufan.
Arief Ikhsanudin – detikNews