Banyuwangi - Komnas HAM menunggu
itikad baik Presiden RI dan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menindaklanjuti
berkas kasus dugaan pelanggaran HAM berat yang sudah mereka tuntaskan. Termasuk
kasus pembunuhan dukun santet di Banyuwangi pada 1998-1999.
Saat ini Komnas HAM telah
menuntaskan penyelidikan 11 kasus dugaan pelanggaran HAM berat. Bahkan dalam
berkas tersebut sudah lengkap tertera terduga, tersangka dalam kasus-kasus itu.
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, dari 11 kasus tersebut ada yang dilakukan penyelidikan sejak tahun 2005. Sementara 11 berkas yang dimaksud antara lain, Tragedi 1965 - 1966, Kasus Talangsari, Penembakan Misterius (Petrus), Kerusuhan Mei 1998, Penghilangan Paksa (aktivis), Waisor Waimena, Santet Banyuwangi, serta empat kasus di Aceh meliputi Simpang Kaka'a, Simpang Gajah, Rumah Gedong dan Bener Meriah.
"Kesimpulan kami dari
berkas-berkas tersebut ada dugaan pelanggaran HAM berat. Banyak rekomendasi
yang diterbitkan. Antara lain meminta presiden agar memerintahkan Jaksa Agung
melakukan penyidikan, meminta masyarakat agar berpartisipasi supaya kasus ini
cepat selesai, dan meminta DPR agar ikut mengawasi," kata Beka usai
menjadi narasumber Diskusi Publik Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat di Untag
Banyuwangi, Kamis (2/5/2019).
Setiap kasus yang diselidiki dan
diteliti Komnas HAM disertai catatan tentang nama-nama terduga pelaku. Hanya
saja dirinya tidak bisa mengungkap secara rinci siapa saja yang terlibat.
Pasalnya perkara ini masuk ranah pro justicia.
"Karena belum ada pengadilan
HAM para pelaku masih melenggang bebas," tambahnya.
Mengenai kasus santet di Banyuwangi, lanjut Beka Ulung, Komnas HAM hanya menangani kejadian pada era 1998-1999. Pembunuhan dukun santet di Bumi Blambangan dilakukan oleh kelompok terorganisir.
"Kami menyimpulkan yang
melakukan ketika terjadi pembunuhan dukun santet adalah kelompok terorganisir.
Sampai kini kami masih menunggu respon Jaksa Agung dan presiden. Karena pada 8
Februari 2019 Komnas HAM bersurat kepada presiden menanyakan soal tindak lanjut
penanganan Pelanggaran HAM berat," beber Beka.
Khusus soal itu, Komnas HAM
meminta masyarakat Banyuwangi yang merasa keluarganya pernah menjadi korban
agar melapor. Tentu saja laporan itu disertai daftar nama para korban sehingga
menjadi bahan untuk penyelidikan.
Selain menggelar diskusi bersama
Komnas HAM, Untag Banyuwangi juga menggelar Seminar Nasional dan Rapat Kerja
Konsolidasi Gerakan yang diikuti 37 Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara
Daerah Jawa Timur. Menurut Rektor Untag Banyuwangi Andang Subaharianto, kasus
tanah dianggap masih krusial sehingga penting untuk dikritisi.
"BEM se-Jawa Timur penasaran untuk mengungkap sejauh mana perjalanan reformasi agraria di Banyuwangi," pungkasnya.
(sun/bdh)
Ardian Fanani – detikNews