Jakarta - Komnas HAM mencatat
sejumlah kekurangan dalam debat cawapres yang berlangsung tadi malam. Berbagai
masalah terkait pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, hingga budaya belum
mampu diungkap oleh para cawapres.
"Kami melihat bahwa
perdebatan yang dilakukan pada minggu 17 Maret kemarin belum mampu mengungkap
persoalan terkait pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan serta sosial dan
budaya secara komprehensif karena memang sekali lagi ada problem waktu kemudian
juga ada soal bagaimana pertanyaan itu diajukan," kata Ketua Tim Pemantau
Pemilu Komnas HAM, Hairansyah di kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Jakarta
Pusat, Senin (18/3/2019).
Komnas HAM menilai argumentasi cawapres tentang tema debat itu harusnya tak lepas dari hak asasi. Hal itu menurut Komnas HAM, tak terlihat dalam debat cawapres.
"Tema debat semalam
sesungguhnya tema yang sangat hak asasi manusia karena menyangkut pelayanan
kepada segenap rakyat, tapi saya melihat mungkin kedua cawapres kita belum
familiar dengan Undang-undang nomor 11 tahun 2005 tentang hak sosial, ekonomi dan
budaya sehingga eksplorasinya tidak berkembang," kata wakil ketua Komnas
HAM, Amiruddin.
Amiruddin mengatakan, jika kedua
cawapres bicara tentang pelayanan pendidikan, kesehatan hingga ketenagakerjaan
maka mereka harus mengutamakan prinsip ketersediaan. Komnas HAM memandang
prinsip ketersediaan layanan itu tak mencuat karena kedua cawapres terlalu
fokus pada situasi di pulau Jawa khususnya Jakarta.
"Prinsip ini tidak
terelaborasi karena mengandaikan ini terjadi di Batavia saja, Jakarta. Mungkin
juga kedua cawapres belum mendalami persoalan yang menonjol belakang ini dalam
konteks pendidikan. Bagaimana kita tenaga kerja Indonesia itu sebagian besar
lulusan SMP, kalau link and match bagaimana me-link kan lulusan SMP ini?"
ujarnya.
Amiruddin mencontohkan, di daerah
luar Jawa masih ada Puskesmas yang pelayanannya kurang baik. Selain itu
fasilitas sekolah dan tenaga pengajar juga bermasalah.
"Soal dalam konteks kesehatan misalnya soal Puskesmas yang kurang baik melayani itu ada dari NTT dari mana lagi berapa, atau soal fasilitas sekolah yang kurang bagus. Yang paling baru didudukkan ke sini soal tenaga pengajar honorer di beberapa daerah," ungkapnya.
Terkait masakan ketenagakerjaan,
Komnas HAM mencatat satu masalah yang membuat masyarakat di daerah sulit
mendapat lapangan kerja. Penyebabnya adalah lahan yang banyak dikuasai perusahaan
besar.
"Kita melihat di sini ada
aduan tentang akses orang pada lapangan kerja, itu terjadi di beberapa daerah.
Kenapa itu terjadi karena tanahnya diambil oleh perusahaan besar terutama di
wilayah Kalimantan Sumatera," pungkas Amiruddin.
(abw/nvl)
Ahmad Bil Wahid