Jakarta, CNN Indonesia -- Komnas
HAM dan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) menyarankan solusi atas polemik
banyaknya perwira tinggi atau jenderal tak memiliki jabatan alias non-job
adalah dengan pensiunnya perwira tinggi TNI yang hendak masuk jabatan sipil.
Namun, sistem merit tetap harus diterapkan.
Hal ini dikatakan dalam diskusi Quo Vadis Reformasi, Kembalinya Militer dalam Urusan Sipil, di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (1/3)
Komisioner Komnas HAM Choirul
Anam mengatakan jalan keluar dari kelebihan perwira itu dengan melakukan
pensiun sedini mungkin.
"Bagaimana jalan keluarnya?
Ya pensiun," kata dia.
Ia juga menyarankan untuk tak
memperpanjang polemik dengan wacana memperpanjang usia pensiun TNI di level
bawah.
"Jangan juga kontradiksi kita memperpanjang usia pensiun di level bawah, itu juga kontradiksi," ujar Anam.
Di tempat yang sama, Gubernur
Lemhanas Agus Widjojo mengatakan bahwa seharusnya pemerintah memberikan pensiun
dini kepada perwira yang hendak masuk jabatan sipil.
"Pemerintah memberikan
pensiun dini dengan segala insentif dan segala motivasinya," kata dia.
Jika pensiun dini bisa dilakukan,
lanjut Agus, para perwira TNI itu akan memiliki tempat baru yang lebih luas
untuk berbakti, seperti BUMN, pemerintahan, serta swasta.
"Melakukan pensiun dini diharapkan tidak mengganggu TNI dan bisa memecahkan persoalan di dalam TNI serta tidak mengganggu birokrasi sipil," tutur Agus.
Terpisah, Komisioner Komisi
Aparatur Sipil Negara (KASN) I Made Suwandi mengatakan perwira TNI yang pensiun
lantaran ingin memasuki jabatan sipil tetap mesti mengikuti prosedur dan
standar kompetensi sistem merit Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sistem merit dalam pengelolaan
ASN menggunakan pendekatan yang menekankan pada pengelolaan ASN dengan
mendasarkan kesesuaian antara keahlian pegawai dengan kualifikasi jabatannya.
"Kalau memakai sistem merit, maka jabatan di setiap instansi pemerintah harus jelas standar kompetensinya," ujarnya dalam sebuah diskusi di di kantor KontraS, Jakarta Pusat, Jumat.
Made menjelaskan sebelumnya sudah
ada aturan bahwa anggota TNI aktif yang mau memasuki jabatan sipil harus
terlebih dahulu mengundurkan diri. Jabatan yang mau dimasuki ini merupakan
jabatan di luar 10 instansi yang ditetapkan dalam Pasal 47 UU TNI.
10 instansi itu adalah
Kemenkopolhukam; Pertahanan Negara; Sekretaris Militer Presiden; Intelijen
Negara; Sandi Negara; Lembaga Ketahanan Nasional; Dewan Pertahanan Nasional;
SAR Nasional; Narkotik Nasional; dan Mahkamah Agung.
Dengan mengikuti merit system maka perwira TNI diharuskan mengikuti sejumlah tes dan uji kompetensi layaknya calon ASN lainnya. Ditambahkannya, ada tiga kompetensi yang harus dipenuhi, yakni kompetensi secara teknis, manajerial dan sosiokultural.
"Bisa [masuk jabatan sipil],
asalkan dia mengundurkan diri, pensiun dini. Tapi hati-hati tidak masuk begitu
saja. Masuk aturan PNS. Dia harus ikut seleksi terbuka, tes ramai-ramai,"
ujarnya.
Wacana militer menempati jabatan
sipil ini bermula ketika Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto berencana membuat
kebijakan agar perwira tinggi (pati) dan perwira menengah (pamen) TNI masuk ke
kementerian/lembaga. Wacana ini merupakan solusi atas banyaknya pati dan pamen
yang belum mendapat jabatan di struktur TNI.
Hadi mengusulkan revisi Pasal 47
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Revisi ini nantinya akan
memungkinkan TNI bisa menduduki kursi birokrat sesuai dengan jumlah pati dan
pamen yang nonjob.
Wacana ini menuai kritik banyak
pihak dan menilainya sama saja dengan menghidupkan kembali dwifungsi ABRI di
era Orde Baru.
[Gambas:Video CNN] (sas)