TEMPO.CO, Jakarta - Komnas HAM
menilai reformasi Tentara Nasional Indonesia (TNI) saat ini masih belum
berjalan. Hal ini pula yang mendorong banyaknya perwira tinggi TNI yang tak
memiliki jabatan struktural. "Komnas setuju bahwa peta jalan (roadmap)
reformasi TNI belum ada, tidak berjalan sebagaimana mestinya," kata
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, dalam diskusi bertema TNI dan Reformasi Sektor
Keamanan, di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat, 1 Maret 2019.
Sejak dwifungsi TNI dihapus pada 1998, reformasi TNI tak berjalan. Komnas HAM menilai hal ini terus terjadi sejak era pemerintahan Baharudin Jusuf Habibie hingga era Joko Widodo. Komnas HAM menilai tak ada visi yang jelas tentang reformasi di tubuh TNI. "Supremasi sipil dalam wajahnya juga gagal mendorong agenda penting dan strategis pertahanan negara," kata Choirul.
Choirul mengatakan efek dari
tidak adanya roadmap reformasi TNI ini adalah munculnya rencana penempatan
perwira TNI aktif di jabatan-jabatan sipil. Wacana itu dinilai Choirul hanya
riak kecil dari semua persoalan besar.
Direktur Imparsial Al Araf mengatakan ketimbang memperluas jabatan bagi perwira tinggi, TNI seharusnya lebih fokus pada perubahan lingkungan strategis mereka. Apalagi saat ini perang telah memasuki era baru (new generation of war), yang lebih menekankan pada kemajuan teknologi ketimbang jumlah pasukan.
Negara-negara mulai menerapkan
teknologi pertahanan modern dan kualitas tentara profesional dalam sistem
keamanan masing-masing. Hal ini yang seharusnya diikuti oleh TNI.
"Reorganisasi militer dilakukan dalam dua tahap, memperkuat struktur untuk
memperkuat dinamika atau mengurangi struktur yang tidak efektif," kata Al
Araf.
Al Araf menyepakati bahwa wacana penempatan TNI aktif dalam jabatan-jabatan sipil tak perlu dilakukan. Apalagi hal ini justru bertentangan dengan semangat untuk menghapuskan dwifungsi TNI. "Harusnya, penempatan di jabatan (sipil) yang diatur di Undang-Undang TNI saja, kan ada tuh beberapa. Tapi itu pun dengan syarat atas dasar permintaan Kementerian atau Lembaga terkait," kata Al Araf.
Reporter: Egi Adyatama
Editor: Endri Kurniawati