Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi
untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) menilai deklarasi damai
peristiwa Talangsari yang dilakukan adalah bentuk delegitimasi kepada Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam menyelesaikan kasus-kasus
pelanggaran HAM berat masa lalu.
Diketahui pada akhir Februari
lalu sejumlah pihak yang terdiri dari perwakilan tokoh dan pejabat Kabupaten
Lampung Timur, Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko
Polhukam) serta Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) melaksanakan deklarasi
damai peristiwa Talangsari.
"Dalam pandangan kami ini
mendelegitimasi fungsi Komnas HAM yang diberikan mandat menyelesaikan
kasus-kasus pelanggaran HAM berat," ujar Wakil Koordinator KontraS Bidang
Strategi dan Mobilisasi, Feri Kusuma di Komnas HAM, Jakarta, Senin (4/3).
Feri mengatakan deklarasi tersebut tidak memiliki keabsahan secara hukum bahwa kasus pelanggaran HAM berat Talangsari telah selesai. Menurutnya kasus Talangsari masih terus berlanjut lantaran sebuah kasus pelanggaran HAM berat tidak bisa diselesaikan dengan cara damai.
"Secara hukum deklarasi
damai tidak memiliki keabsahan. Tapi tindakan ini memiliki dampak. Komnas HAM
yang diberikan mandat penting. Bagi kami untuk melapor dan mendesak Komnas HAM
agar peristiwa Talangsari dan peristiwa lain dapat ditindaklanjuti lebih,"
ujar Feri.
Senada, Koordinator Paguyuban
Keluarga Korban Talangsari Lampung (PK2TL) Edi Arsadad menyampaikan bahwa
deklarasi tersebut telah mendelegitimasi sejumlah lembaga termasuk Komnas HAM.
"Mendelegitimasi kerja kerja dari Komnas HAM, DPR, dan juga Presiden, dalam hal ini kan kasus pelanggaran HAM masa lalu itu yang bisa membuat kebijakan secara politik itu Presiden dan atau DPR," ujar Edi.
Lebih lanjut dia menuturkan dalam
acara deklarasi damai yang dilakukan di Lampung itu, tidak dihadiri sama sekali
oleh pihak korban. Ia mengaku sempat dihubungi sehari sebelum acara deklarasi
oleh pihak Kemenko Polhukam dan Kemenkumham.
Namun, pada hari H, tak ada kabar
dari kedua lembaga tersebut, sehingga tak ada perwakilan dari keluarga korban.
Ia pun mengetahui deklarasi damai itu tetap dilakukan dari pemberitaan.
"Kalau menurut kami
deklarasi damai kemarin tidak ada sama sekali korban. Dan kami tidak mengetahui
akan adanya deklarasi. Kita hanya tahu lewat sebuah media online, ada deklarasi
damai dan ada berkas yang ditandatangani dari pihak-pihak terkait itu,"
ujarnya.
Sebagai keluarga korban, dirinya
sangat kecewa dengan deklarasi damai tersebut. Hal itu, ujarnya seakan
mementahkan perjuangan korban tragedi Talangsari selama 30 tahun.
"Bukan hanya kecewa tapi kami sangat marah karena perjuangan kami sudah dari 30 tahun yang lalu dan akan dimentahkan dengan hanya sebuah deklarasi damai yang itu pun kami tidak tahu siapa orang-orangnya," katanya.
Komisioner Komnas HAM Komisioner
Komnas HAM Amiruddin Al Rahab menilai deklarasi damai itu adalah bentuk upaya
coba-coba untuk menyelesaikan masalah. Deklarasi itu, kata dia, justru
memperkeruh masalah.
"Ini justru meruwetkan soal,
jadi kita tidak tahu lagi yang mau kita pegang yang mana aturannya,"
ujarnya.
Terkait penyelesaian kasus ini,
Amir mengatakan, Komnas HAM tetap berpegang teguh pada Undang-undang Nomor 26
tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dalam menyelesaikan kasus pengadilan HAM
berat.
"Kalau tanpa dasar hukum itu akan meruwetkan soal pada ujungnya akan membuat masyarakat tidak percaya kepada langkah pemerintah nantinya," ujarnya. (sah/osc)