Palu, Beritasatu.com - Komnas HAM Perwakilan Sulawesi Tengah
(Sulteng) mengingatkan para pemangku kepentingan terutama instrumen pemerintah
pusat dan daerah yang terlibat dalam penanganan korban bencana di Palu, Sigi,
Donggala (Pasigala) dan Parigi Moutong, agar serius menuntaskan berbagai
permasalahan terkait penanganan korban bencana tersebut.
Ketua Komnas HAM Perwakilan Sulteng Dedi Askary menyebutkan,
saat ini ada puluhan ribu masyarakat korban bencana gempa bumi disertai tsunami
dan likuefaksi yang melanda Pasigala pada 28 September 2018, masih bertahan di
tenda-tenda pengungsian di 400 titik di wilayah Pasigala.
“Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah jangan hanya
sekadar mencatat semua masalah/kekurangan yang ada, tetapi menuntaskannya
secara cepat, kongkret dan terkoordinasi dengan semua pemangku kepentingan
termasuk dengan masyarakat korban bencana, sehingga hasilnya benar-benar sesuai
harapan,” kata Dedy Askary, Rabu (20/2/2019) di Palu.
Dedi Askary menegaskan hal itu menanggapi keputusan Gubernur
Sulteng Longki Djanggola yang memperpanjang lagi masa transisi darurat
penanganan korban bencana alam gempa bumi, tsunami dan likuefaksi selama 60
hari, terhitung mulai 24 Februari sampai 28 April 2019.
Keputusan itu diambil setelah Longki Djanggola mendengarkan
tanggapan dan masukan dari semua unsur terkait dalam rapat evaluasi
Perpanjangan Tahap I Status Transisi Darurat Bencana Sulawesi Tengah, Selasa
(19/2/2019) di Palu.
Komnas HAM Perwakilan Sulteng, kata Dedy Askary, menyambut
baik keputusan perpanjangan masa transisi darurat penanganan korban bencana
tersebut, namun segala permasalahan yang mengemuka dalam rapat evaluasi, jangan
hanya sekedar dijadikan catatan saja.
“Tapi bagaimana segala kekurangan, kendala, dan masalah yang
menjadi rekomendasi dalam rapat evaluasi harus dituntaskan seiring dengan
kebijakan perpanjangan masa transisi darurat ke pemulihan,” tandas Dedi Askary.
Dalam penanganan korban bencana, kata Dedy, pemerintah
maupun pemerindah daerah juga jangan bersikap top down tapi harus buttom up
dengan memperhatikan aspirasi masyarakat korban bencana.
“Maksimalkan penggunaan resources (sumber daya) lokal khususnya sumber daya manusia (SDM) lokal yang potensial, kordinasi dengan para pimpinan perguruan tinggi di daerah serta libatkan mahasiswa-mahasiswa di daerah yang memiliki kredibilitas dalam ikut mempercepat penanganan korban bencana,” kata Dedi Askary.
Jeis Montesori / JEM