Kabar Latuharhary

Komnas HAM Dorong Penyelesaian Statelessness di Sulawesi Utara

Bitung-Isu tidak adanya kewenangan atau keadaan seseorang tidak memiliki kewarganegaraan (statelessness) menjadi perhatian Komnas HAM.

Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Uli Parulian Sihombing menyampaikan Komnas HAM telah melakukan pemantauan terhadap orang yang tidak memiliki kewarganegaraan di Sulawesi Utara, khususnya kelompok Filipina-Sangir dan Sangir- Filipina.

“Sejak tahun 2019, Komnas HAM melakukan pemantauan terhadap orang yang tidak berkewarganegaraan khususnya dari kelompok Filipina-Sangir dan Sangir- Filipina. Kami konsen terhadap permasalahan terkait pemenuhan hak sipil dan politik serta hak ekonomi, sosial, dan budaya,” terang Uli saat menjadi pembicara Diskusi Paralel 1 bertajuk “Tantangan dan Upaya Penyelesaian dalam Penegakan HAM terhadap Masalah Tanpa Kewarganegaraan (Statelessness) di Sulawesi Utara” yang diselanggarakan secara daring dan luring di Gedung Bappenda Kota Bitung, Rabu (31/7/2024).



Dalam diskusi tersebut, Uli menyampaikan beberapa tantangan dalam menyelesaikan permasalahan statelessness di Sulawesi Utara. “Ada beberapa tantangan yang sebenarnya menjadi masalah. Permasalahan yang kami identifikasi itu migrasi kultural yang dilakukan oleh kelompok Sangir-Filipina dan Filipina-Sangir karena dulu tidak ada border antara kita dengan Filipina,” ucapnya.

Tantangan lainnya terkait permasalahan yang kompleks terkait industri perikanan di Kota Bitung yang semakin lama semakin berkembang. Uli menyebutkan industri tersebut membutuhkan ketenagakerjaan, khususnya tenaga kerja yang terampil di bidang industri perikanan. “Hasil pemantauan kami, nelayan dari Filipina lebih diandalkan sehingga pelaku usaha berlomba-lomba memperkerjakan mereka meskipun tidak ada dokumentasinya,” lanjutnya.

Permasalahan lain yang muncul yakni terkait hak perempuan. “Perempuan dan anak-anak ini yang menjadi kelompok rentan, terutama anak-anak yang tidak punya akta kelahiran sehingga mereka tidak punya akses kepada pendidikan, kesehatan. Begitu juga perempuan yang menikah yang tidak berdokumen karena status pernikahannya tidak sah di mata hukum, hak-haknya terabaikan,” jelas Uli.



Lebih lanjut, sebagai upaya penyelesaian permasalahan statelessness, Uli memberikan beberapa usulan tindak lanjut dari Komnas HAM yaitu adanya Tim Pendataan Gabungan yang sudah dilakukan baik oleh pemprov, Pemkot Bitung, pemerintah pusat, Kemenkumham yang  perlu ditingkatkan lebih; perlunya merevisi Perjanjian Perbatasan yang ditanda tangani pada tahun 1975 antara Indonesia dan Filipina; kebijakan khusus yang memberikan izin tempat tinggal, pengganti paspor dan atau visa sementara sehingga tidak perlu dideportasi, apalagi bagi mereka yang sudah berkeluarga di Indonesia untuk kelompook Filipina Sangir dan Sangir-Filipina perlu kebijakan khusus; dibukanya jalur transportasi reguler sehingga lebih murah dan mengurangi akses transportasi yang tidak terdata melalui jalur tikus. Komnas HAM juga mengusulkan kepada Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM untuk mengeluarkan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai pemberian izin tinggal khusus.

Sementara itu, Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Putu Elvina menekankan pentingnya pengakuan atas kewarganegaraan sebagai dasar pemenuhan hak. “Bicara tentang hak asasi manusia maka hak yang paling prinsipil adalah terkait hak sipil berupa hak kewarganegaraan. Kalau kita melihat bagaimana upaya pembangunan pemenuhan HAM, pemenuhan hak lain oleh negara maka yang menjadi alas atau dasar terkait didapatkannya hak-hak lainnya adalah mulai dari pengakuan atas kewarganegaraan,” ucapnya.



Putu menyampaikan seseorang tanpa kewarganegaraan berpotensi kehilangan hak asasi manusia. “Pada saat orang tanpa kewarganegaraan berindikasi memiliki pelanggaran-pelanggaran yang lain seperti hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak sosial bahkan hak politik karena mereka tidak memiliki identitas untuk mendapatkan akses-akses hak-hak yang lainnya. Sehingga satu hak yang terlanggar berpotensi melanggar hak-hak asasi manusia lainnya,” jelas Putu.

Diskusi tersebut merupakan rangkaian kegiatan Festival HAM 2024 yang diselenggarakan di Kota Bitung pada 29-31 Juli 2024. (HM/AM)
Short link