Sebenarnya ada banyak pahlawan perempuan Indonesia yang hebat-hebat seperti Cut Nyak Dien, Martha Christina Tiahahu, Ratu Kalinyamat, dan Rasuna Said. Namun R.A. Kartini menjadi spesial sehingga dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia No 108 Tahun 1964, setiap tanggal 21 April diperingati sebagai “Hari Kartini” karena perjuangannya mendorong kesetaraan antara perempuan dan laki-laki terutama dari Pendidikan.
Kartini mengungkapkan dalam suratnya kepada Prof Anton beserta istrinya mengenai pemikirannya perjuangan untuk mendapatkan pendidikan, yang ditulis pada 4 Oktober 1902. "Apabila kami di sini minta, ya mohon, mohon dengan sangat supaya diusahakan pengajaran dan pendidikan bagi anak-anak perempuan, bukanlah karena kami hendak menjadikan anak-anak perempuan menjadi saingan orang laki-laki dalam perjuangan hidup ini. Melainkan karena kami yakin akan pengaruh besar yang datang dari kaum perempuan. Kami hendak menjadikan perempuan menjadi lebih cakap dalam melakukan tugas besar yang diletakkan oleh Ibu Alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik umat manusia yang utama," tulis Kartini.
Selanjutnya Kartini menulis mengenai pentingnya seorang ibu juga harus berpendidikan. "Perempuanlah, kaum ibu yang pertama-tama meletakkan bibit kebaikan dan kejahatan dalam hati sanubari manusia, yang biasanya terkenang dalam hidupnya." "Bukan saja sekolah yang harus mendidik jiwa anak, tetapi juga yang terutama pergaulan di rumah harus mendidik! Sekolah mencerdaskan pikiran dan kehidupan di rumah tangga hendaknya membentuk watak anak itu!"
Pemikiran-pemikiran Kartini seperti ini tidak lekang oleh waktu sebab persoalan kesetaraan masih kerap terjadi bahkan konstruksi sosial kerap menyatakan bahwa perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi karena toh akan berakhir menjadi ibu rumah tangga. Hal inilah yang seringkali membungkam perempuan untuk mengambil Pendidikan yang tinggi. Padahal tidak ada salahnya perempuan pintar walau akhirnya lebih memilih sebagai ibu rumah tangga, karena ilmunya dapat digunakan untuk mengatur rumah tangga serta mendidik anak-anaknya, seperti yang dipikirkan oleh Kartini.
Kartini sendiri punya pemikiran-pemikiran yang hebat tidak datang begitu saja, sebut saja privilege keluarga yang seorang priyayi. Kartini mempunyai koleksi buku yang luar biasa, dan buku adalah jendela dunia sehingga membuat Kartini memiliki pengetahuan yang sangat luas dan terbuka. Ayahnya yang seorang Bupati Jepara yang mengenalkan nilai-nilai Eropa pada kartini.
“Hormati segala yang hidup, hak-haknya, juga perasaannya.” RA Kartini.
Ada 3 nilai Eropa yang menjadi panduan Kartini yakni: Love, Pity dan Right. Khusus nilai Recht (Belanda) atau Right, Kartini terinspirasi oleh Revolusi Perancis, Kartini menggunakan konsep Hak tersebut untuk menggugat hidupnya sebagai perempuan Jawa yang patriarkis.
Di era sekarang ini banyak Kartini-kartini modern dengan nama Gerakan Feminis. Nah Feminis yang benar mengusahakan agar dapat meningkatkan martabat perempuan bukan menyerang laki-laki semata karena itu dibutuhkan peran laki-laki juga dalam perjuangan kesetaraan. Pada akhirnya, gerakan feminis sejatinya bertujuan memperjuangkan kaum perempuan untuk dapat menyuarakan pilihan dan menyuarakan kehidupan macam apa yang diidamkan. Mau itu menjadi ibu rumah tangga atau ibu berkarier atau apapun yang penting perempuan berhak untuk bersuara dan memilih jalan hidupnya. Intinya Kartini modern adalah perempuan bisa bahagia sama dengan laki-laki, hidup berbahagia dan berdampingan. Ini juga adalah inspirasi Kartini.
Selain
itu, di era Kartini modern saat ini, telah terbuka kesempatan bagi perempuan
untuk terlibat dalam berbagai bidang pekerjaan yang sebelumnya didominasi oleh
laki-laki. Meskipun pemikiran Kartini tentang kesetaraan gender masih relevan
hingga kini, tantangan seperti kesenjangan gaji antara laki-laki dan perempuan
dalam sektor pekerjaan swasta, serta kurangnya representasi perempuan dalam
posisi kepemimpinan, masih terasa. Dalam era ini, perempuan diharapkan dapat
menjadi agen perubahan dalam memperjuangkan kesetaraan gender. Mereka terlibat
dalam berbagai organisasi dan gerakan yang memperjuangkan hak-hak perempuan,
serta menggunakan platform-media sosial untuk menyuarakan isu-isu kesetaraan
gender.
Penulis
: Rebecca
Editor
: Liza Yolanda
Short link