Kupang-Komnas HAM mendukung memorialisasi sebagai bagian dari pemenuhan hak korban pelanggaran HAM yang berat.
“Melalui memorialisasi, korban dan keluarga korban pelanggaran HAM yang berat dapat mengetahui apa yang terjadi pada masa lalu, serta peristiwa tersebut dapat menjadi pelajaran bagi kita semua agar di masa depan peristiwa yang sama tidak terjadi kembali,” ucap Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro saat menghadiri peresmian Tugu Peringatan Korban Kekerasan Peristiwa 1965/1966 di TPU Oesao, Kabupaten Kupang, Sabtu (7/12/2024).
Peresmian tugu peringatan menjadi salah satu upaya mendorong pemerintah untuk pengungkapan kebenaran dan memberikan jaminan ketidakberulangan peristiwa pelanggaran HAM yang berat.
“Pemenuhan hak korban pelanggaran HAM yang berat menjadi tanggung jawab negara dalam penyelesaian pelanggaran HAM yang berat. Memorialisasi di Oesao ini juga dapat direplikasi di wilayah lain sebagai bentuk pemenuhan hak korban,” tambah Atnike
Atnike berharap kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah sebelumnya melalui Inpres Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Pelanggaran HAM yang Berat melalui Mekanisme Non Yudisial yang fokus kepada korban dapat dilanjutkan oleh pemerintahan saat ini serta mendapat dukungan dari seluruh elemen Masyarakat.
Tugu peringatan dibangun dari hasil kerja bersama Jaringan Perempuan Indonesia Timur (JPIT), kelompok korban penyintas, MJ GMIT Oesao yang didukung oleh Pemkab Kupang, Komnas HAM, dan Komnas Perempuan.
Hadir dalam kegiatan tersebut Sekda Pemkab Kupang Marthen Rahakbauw, Ketua Komnas Perempuan Andri Yentriyani, Majelis Sinode GMIT, perwakilan penyintas korban Peristiwa 1965/1966, majelis jemaat, majelis klasis, majelis sinode, dan masyakat.
Selanjutnya, Atnike menjadi narasumber Diskusi Publik "Makna Memorialisasi Situs Kekerasan 65: Perspektif HAM dan Teologis" di Sinode GMIT Kupang, Kota Kupang bersama Pdt. Mery Kolimon, Penyintas Oma Lina, dan Ketua Komnas Perempuan.
Selain sebagai bagian dari hak atas kebenaran dan hak atas reparasi, Atnike menilai memorialisasi juga sebagai pemulihan luas bagi korban dan masyarakat yang merupakan proses jangka panjang dan memerlukan peran aktif negara bersama masyarakat dengan berpegang pada keterwakilan pandangan para korban.
Sebagai penutup, Atnike menyampaikan Komnas HAM sangat terbuka untuk bekerja sama dengan organisasi maupun kelompok masyarakat dalam pemulihan kolektif melalui memorialisasi yang dapat menjadi pondasi pembentukan hubungan sosial masyarakat pada tingkat lokal. (NA/AM/IW)
Short link