Kabar Latuharhary

Komnas HAM: SNP Bisnis dan HAM untuk Mengisi Kekosongan Norma dalam Undang-Undang

Latuharhary--Rangkaian kegiatan Hari HAM Sedunia 2024 Komnas HAM juga menyelenggarakan diseminasi HAM bagi kelompok-kelompok Bisnis melalui diskusi publik Standar Norma dan Pengaturan Nomor 13 tentang Bisnis dan HAM (10/12). Diskusi yang diselenggarakan di Gedung Komnas HAM mengundang dua orang penulis SNP Bisnis dan HAM, Wahyu Wagiman dan Adzkar Asihin untuk menjadi narasumber.    

Komisioner Mediasi yang juga koordinator Tim Bisnis dan HAM, Prabianto Mukti Wibowo saat memberikan sambutan pembukaan menyampaikan tentang pentingnya mekanisme penyelesaian sengketa atau penanganan hukum yang setara dengan non-yudisial/diluar pengadilan. Ia menjelaskan bahwa seringkali perusahaan menginginkan proses hukum untuk kepastian hukum, yang menciptakan dilema. "Relasi antara warga masyarakat dan perusahaan tidak seimbang, karena seringkali masyarakat kesulitan dalam mengakses keadilan,” ungkapnya.

Ia kemudian menambahkan mengenai kewenangan Komnas HAM yang mudah digunakan baik oleh masyarakat yang sulit untuk mangakses keadilan maupun oleh kelompok-kelompok bisnis saat bersengketa. “Komnas HAM memiliki fungsi Mediasi maka hal ini dapat menjadi mekanisme solusi. Mediasi yang dilakukan Komnas HAM dengan musyawarah dapat menghasilkan manfaat tanpa merasa dimanfaatkan," tambahnya.

Pada kesempatan ini, Saurlin P. Siagian, Komisioner Pengkajian dan Penelitian, yang juga sebagai koordinator tim penulis, turut memberikan sambutan dengan menyampaikan pentingnya sosialisasi standar norma dan pengaturan tentang bisnis dan hak asasi manusia (HAM) terutama untuk pemerintah dan kelompok-kelompok bisnis. Ia menjelaskan bahwa norma ini telah disahkan tahun lalu dan Komnas HAM memiliki kewenangan untuk membuatnya. Karena Komnas HAM belum ada norma yang mengatur terkait bisnis dan hak asasi manusia. "Komnas HAM memiliki kewenangan untuk membuat norma-norma HAM. Oleh karenanya norma ini dibuat ketika belum ada pengaturan yang cukup detail dalam peraturan perundang-undangan terkait dengan bisnis dan hak asasi manusia," ujarnya.

Saurlin juga menekankan bahwa Indonesia masih ketinggalan dalam mendorong tanggung jawab korporasi, meskipun peran korporasi sangat besar dalam perubahan di Indonesia. "Kita tidak hanya melihat secara negatif, tetapi positifnya penyelesaian dari negara. Kita agak ketinggalan maka dari itu Komnas HAM mendorong standar norma ini," ungkapnya.

Dalam Standar Norma Bisnis dan HAM yang mengadopsi dari Prinsip-Prinsip Panduan PBB dalam Bisnis dan HAM tanggung jawab HAM tidak hanya menjadi beban pemerintah tapi juga para pegiat Bisnis. Terdapat tiga prinsip utama dalam norma tersebut yaitu tanggung jawab melindungi, menghormati, dan memberikan akses pemulihan kepada para korban. Pada konsep ini Negara memiliki tanggung jawab untuk memberikan perlindungan HAM kepada masyarakat yang berpotensi terlanggar hak-haknya akibat aktivitas Bisnis. Kemudian bagi sektor Bisnis memiliki tanggung jawab untuk menghormati segala aturan hukum yang berlaku dan memberikan akses pemulihan kepada masyarakat yang terdampak akibat aktivitas bisnis mereka.

Dalam diskusi publik tersebut Ono Haryono sebagai moderator menjelaskan bahwa penyusunan Standar Norma dan Peraturan (SNP) oleh Komnas HAM telah berlangsung sejak 2007. "Kami sudah mengeluarkan semacam kajian berupa rencana aksi nasional tentang bisnis dan HAM," ujarnya. Hasil kajian ini kemudian diakui dalam Perpres 60 tahun 2023, yang menyebutkan bahwa kajian tersebut menjadi salah satu landasan penyusunan peraturan. Ono menekankan pentingnya panduan operasional, sehingga Komnas HAM kemudian menyusun SNP sebagai tafsir atas norma yang belum memiliki aspek legalitas yang jelas. Saat ini, terdapat 13 SNP, termasuk tentang pekerjaan layak dan masyarakat adat. Ia juga mencatat bahwa SNP mengenai keadilan sering dirujuk oleh Majelis Hakim dalam putusan mereka.

Diskusi publik SNP Bisnis dan HAM ini turut dihadiri oleh pemerintah diantaranya adalah Kementerian Koperasi, UMKM, Perindustrian, LPSK, serta Kantor Staf Presiden. Kemudian dari kelompok-kelompok bisnis adalah Medco Energi, Sinarmas, Merdeca Cooper, dan Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI). (NNF-ABD-BA/SA)

Short link