Kabar Latuharhary

Kasus Anak dengan HIV/AIDS Tinggi, Perlu Edukasi Berbasis HAM

Jakarta-Komnas HAM menaruh perhatian terhadap tingginya kasus anak dengan HIV/AIDS.

“Kasus HIV pada usia anak 1-14 tahun mencapai 14.150 kasus. Angka ini bertambah setiap tahunnya 700-1.000 anak dengan HIV/AIDS,” ungkap Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Putu Elvina saat menjadi narasumber diskusi “Stigma dan Diskriminasi serta Potensi Pelanggaran HAM pada Anak dan Remaja yang Hidup dengan HIV” yang diselenggarakan secara daring oleh Aliansi Nasional untuk Anak dengan HIV bekerja sama dengan PPH UNIKA Atma Jaya, Selasa (1/10/2024).

Berdasarkan data, kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Indonesia meningkat pada 2023 dengan penularan kasus didominasi oleh ibu rumah tangga. Ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV berisiko tinggi untuk menularkan virus kepada anaknya. Penularan HIV melalui jalur ibu ke anak menyumbang sebesar 20-45% dari seluruh sumber penularan HIV.



“Stigma dan diskriminasi terhadap orang/anak dengan HIV/AIDS, pendekatan berbasis HAM dan prinsip hak anak dalam penanggulangan HIV/AIDS pada anak itu belum menjadi arus utama,” jelas Putu.

Hal itu terjadi karena edukasi dan pencegahan terkait HIV kepada masyarakat belum optimal. Prinsip-prinsip hak anak, yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, hak anak untuk hidup tumbuh kelangsungan hidup dan berkembang juga perlu dikedepankan. Putu juga menyinggung perlunya memberikan pemahaman kepada orang-orang terdekat sebagai salah satu upaya meminimalisasi terjadinya kekerasan, stigma, perundungan dan diskriminasi terhadap anak dengan HIV/AIDS.

Lebih lanjut, Putu memaparkan mengenai mandat Komnas HAM, salah satunya dalam Bidang Pendidikan dan Penyuluhan. “Kemudian dalam melakukan wewenang penyuluhan tersebut kami melakukan tiga mandat yaitu penyebarluasan wawasan HAM mengenai hak asasi manusia, lalu kemudian upaya peningkatan kesadaran masyarakat dan ketiga adalah kerjasama dengan pihak-pihak lain di nasional regional maupun internasional,” ucapnya.



Sebagai upaya meningkatkan kapasitas internal, Putu menjelaskan, Komnas HAM bersama pihak eksternal, seperti Indonesia AIDS Coalition (IAC) dan Datum Indonesia melakukan pelatihan sensitivitas bagi pegawai dalam penanganan kasus HIV.

“Jadi semua divisi yang ada di Komnas HAM itu diberikan pelatihan terkait basic HIV/AIDS. Dengan dilakukan pelatihan basic HIV/AIDS maka dalam penanganan pengaduan dan pemantauan dalam perspektif terkait HIV/AIDS itu bisa inline dengan kerja-kerja mereka,” ujarnya.

Kerja-kerja Komnas HAM dalam bidang kesehatan maupun HIV/AIDS sebenarnya cukup banyak.  Beberapa di antaranya: 1) Komnas HAM dapat mengawasi pelaksanaan hak atas kesehatan bagi ODHIV, memastikan bahwa mereka tidak mengalami diskriminasi dalam mengakses layanan kesehatan; 2) mengawasi pelanggaran HAM terkait privasi dan diskriminasi yang terjadi melalui penyebaran informasi yang tidak sah tentang status HIV seseorang; 3) Komnas HAM dapat terlibat dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan kekerasan atau diskriminasi terhadap ODHIV dalam lingkup keluarga; 4) mengawasi pelaksanaan hak-hak ini dan mencegah diskriminasi yang dihadapi oleh ODHIV yang mungkin juga dianggap sebagai penyandang disabilitas; dan 5) melakukan monitor dan turut melaporkan pelaksanaan kewajiban HAM internasional Indonesia, termasuk hak-hak ODHIV.



Dalam kesempatan tersebut, Putu menyinggung peran pemerintah sebagai pemangku kewajiban. “Menjadi mandatory bagi pemerintah untuk melakukan tiga kewajiban HAM yaitu hak untuk melindungi, hak untuk menghormati, dan hak untuk memenuhi hak asasi manusia. Kemudian kita katakan bahwa pendekatan penanganan orang atau anak dengan HIV itu harus berbasis HAM karena dengan berbasis HAM itulah kemudian kita mendorong kewajiban dan tanggung jawab negara,” terangnya. (AM/IW)
Short link