Kabar Latuharhary

Efek Krisis Iklim Belum Sepenuhnya Masuk dalam Regulasi Bisnis dan HAM

Latuharhary - Komnas HAM menyelenggarakan kuliah umum yang mengusung tema "Bisnis, HAM dan Perubahan Iklim" yang diselenggarakan secara hybrid dari Kantor Komnas HAM Menteng pada Jumat, 4/10/2024.  Akademisi Friedrich Alexander Universitat Erlangen-Nuremberg, Jerman Prof. Dr. Markus Krawjeski menjadi narasumber dalam kuliah umum ini.

Kuliah umum yang bertujuan sebagai penguatan wawasan mengenai bisnis dan HAM ini dibuka oleh Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dan dirangkai dengan pidato kunci yang disampaikan oleh Komisioner Komnas HAM Prabianto Mukti Wibowo selaku Ketua Tim Bisnis dan HAM Komnas HAM.

Dalam sambutannya Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyambut baik pelaksanaan kuliah umum ini karena menjadi ruang diskursus untuk mempelajari konsep-konsep mengenai bisnis dan HAM serta kaitannya dengan isu perubahan iklim.

 "Korporasi merupakan aktor teradu peringkat 2 dari total jumlah kasus yg diadukan kepada Komnas HAM. Teradu pertama adalah polisi, itupun sebagian kasusnya menyangkut dengan kasus korporasi. Operasi bisnis dapat membawa dampak negatif terhadap Hak Ekosob maupun Hak Sipol. Hak atas Lingkungan hidup yg berkelanjutan pun telah diakui sebagai bagian dari hak asasi manusia oleh UN General Assembly," ujar Atnike.

Sementara itu Komisioner Prabianto Mukti Wibowo dalam sambutan kuncinya menekankan bahwa krisis perubahan iklim merupakan ancaman nyata yang berdampak langsung terhadap HAM, terutama hak-hak dasar seperti kebutuhan hidup, hak atas pangan, air, sanitasi, kesehatan dan perumahan. Hal ini dapat dirasakan langsung oleh masyarakat adat.

 Merespons krisis perubahan iklim, dikatakan Prabianto, Komnas HAM berkomitmen meletakkan perubahan iklim, bisnis dan HAM sebagai agenda prioritas. Komnas HAM telah menghasilkan sejumlah laporan kajian seperti Transisi Energi di Indonesia, SNP Hak Pembela HAM dan lain-lain. Sebagai bagian dari GANHRI dan APF, Komnas HAM terlibat dalam diskusi terkait dengan isu-isu ini.

 Prof. Dr. Markus Krawjeski dalam pemaparannya menyoroti bahwa krisis perubahan iklim belum menjadi perhatian. Hal ini dapat dilihat dimana perubahan iklim tidak secara eksplisit tercantum dalam regulasi HAM dan lingkungan. Isu krisis perubahan iklim pun belum memiliki aturan hukum yang mengikat. Kewajiban Negara terkait krisis perubahan iklim yaitu tanggung jawab perlindungan, penghormatan dan pemulihan kemudian harus dapat diterjemahkan untuk mengatur korporasi.

 Dalam penjelasannya Prof. Dr. Markus Krawjeski  menggabungkan sejumlah isu spesifik, yaitu fokus pada landasan hukum dan filosofis. Jadi tidak hanya berfokus pada hak asasi manusia tetapi juga tentang kebijakan manusia. Ia menjelaskan dari perspektif hukum bagaimana kebijakan negara ikut andil dalam pencegahan perubahan iklim.

 "Saya pikir masuk akal berbicara tentang kewajiban negara untuk mencegah dampak buruk perubahan iklim. kewajiban negara untuk melindungi efek tersebut, dan juga memiliki peraturan untuk mengadaptasinya. Jadi kita berbicara tentang krisis manusia dan krisis iklim, selalu tentang mitigasi dan adaptasi. Saya pikir itu penting, karena itu adalah sesuatu yang ingin saya dorong dalam debat bisnis dan negara. Dan saya pikir itu belum dilakukan, tapi itu sudah dilakukan. namun telah dilakukan setidaknya secara menyeluruh. Nah, tentu saja ini sekaligus kewajiban negara," jelasnya.

 Markus kemudian menjelaskan mengenai kewajiban negara untuk mencegah dampak buruk perubahan iklim. Kewajiban negara juga untuk melindungi efek tersebut, dan juga memiliki peraturan untuk mengadaptasi. Jadi jika berbicara tentang krisis manusia dan krisis iklim, selalu tentang mitigasi dan adaptasi. Namun hal ini belum dilakukan.

 "Ketika negara mengambil langkah-langkah adaptasi dan mitigasi, mereka harus mematuhi hak asasi manusia. Maksudnya adalah gagasan tentang pendekatan berbasis hak asasi manusia terhadap aksi iklim yang mengharuskan negara untuk memastikan bahwa ketika mereka mengadopsi langkah-langkah mitigasi dan adaptasi, mereka tidak boleh melanggar hak asasi manusia," jelas Markus.

 Contohnya saat membangun bendungan untuk melindungi garis pantai dari kenaikan muka air laut, tentu dengan cara yang tidak melanggar hak-hak orang yang tinggal di sana. Penting untuk membahas masalah dari perspektif tiga pilar, tugas negara untuk melindungi, tanggung jawab perusahaan untuk menghormati, dan tentu saja juga akses ke solusi. Dan sangat penting bahwa ketiga pilar tersebut dipahami untuk mengatasi krisis iklim.

 Kuliah umum ini dihadiri oleh Anggota Komnas HAM Saurlin P. Siagian dan Putu Elvina serta Kepala Biro Dukungan Penegakan HAM Imelda Saragih dan Kepala Biro Dukungan Pemajuan HAM Esrom Hamonangan serta pegawai Komnas HAM. (NA-AAP-SA/BA)

Short link