Kabar Latuharhary

Konflik Agraria, Komnas HAM Terima Banyak Aduan

“Tentunya pengadaan tanah harus dilakukan melalui proses yang menjamin tidak adanya pemaksaan kehendak satu pihak kepada pihak lain,” jelas Komisioner Mediasi Prabianto Mukti Wibowo saat menjadi pembicara Seminar Hibrida: "Hak atas Pembangunan dan Keadilan Sosial dalam Kebijakan Pengadaan Tanah", Selasa (3/9/2024).

Pengadaan tanah bagi pembangunan, jelas Prabianto, harus memberi jaminan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat terdampak serta tidak akan lebih buruk dari keadaan sebelum tanahnya digunakan pihak lain.

“Jenis aduan yang masuk ke Komnas HAM sangat beragam, baik hak sipil, politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Namun kalau kita lihat dari jenis kasusnya memang yang paling banyak adalah yang berkaitan dengan konflik agraria,” urai Prabianto.

Ia turut menerangkan mengenai sumber konflik pengadaan tanah serta beberapa contoh kasus pengadaan tanah non Proyek Strategis Nasional (PSN), di antaranya penggusuran warga Kampung Bayam Jakarta Utara atas pembangunan JIS, sengketa tanah adat dengan PT TPL, serta sengketa BMN/BUMN yang melibatkan TNI dan PT KAI.

“Komnas HAM berupaya untuk mendorong penyelesaian melalui alternative dispute resolutions melalui proses mediasi. Proses mediasi adalah suatu proses penyelesaian yang relatif cepat, murah dan ada prinsip-prinsip kesetaraan di antara para pihak yang bersengketa,” ujar Prabianto.

Proses mediasi harus didasarkan pada prinsip sukarela. Artinya, kedua belah pihak bersepakat dan mediasi untuk menyelesaikan masalah dengan hasil yang lebih konkret secara win-win solution.



Dalam seminar yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada bersama Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial dan Komnas HAM tersebut, Prabianto menginformasikan data aduan lainnya.

“Kalau kita lihat, empat tahun terakhir, data aduan yang masuk ke Komnas HAM memang fluktuatif. Tetapi masih cukup signifikan jumlahnya dan cenderung sedikit meningkat. Dari tahun ke tahun masih di atas 2.700 bahkan puncaknya pada tahun lalu, 2022 mencapai 3.190 kasus aduan,” jelas Prabianto.

Polri, korporasi, dan pemerintah menjadi pihak teradu yang paling banyak diadukan oleh masyarakat. “Polri masih paling banyak yang diadukan oleh masyarakat. Ini berkaitan dengan tindak kepolisian yang dilakukan atau yang dialami oleh warga masyarakat baik pada saat penangkapan misalnya, pemeriksaan, penahanan, sampai ke penyidikan misalnya,” terang Prabianto.

Beberapa bentuk aduan lain, di antaranya, ketidakprofesionalan, penggunaan kekerasan, dan penangkapan sewenang-wenang. (DA/AM/IW)


Short link