Kabar Latuharhary – Delapan
orang mahasiswa program Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Prov. Dr. Moestopo (Beragama) melakukan diskusi untuk menjawab persoalan mengenai analisis kebijakan terkait HAM oleh Komnas HAM berikut perannya di Indonesia. Berkesempatan hadir untuk berdialog bersama mahasiswa pada
kegiatan tersebut adalah Analis Kebijakan Ahli Madya Komnas HAM, Mimin Dwi
Hartono bersama dengan penyuluh HAM Banu Abdillah, Feri Lubis serta staf
penyuluhan dan hubungan masyarakat (Humas) yang membantu proses. Dialog ini dilakukan di Kantor Komnas HAM
Menteng, pada Rabu, 24 Januari 2024.
Komnas HAM melalui Bidang Penyuluhan pada awal tahun ini kembali
menerima permohonan wawancara dan dialog seputar HAM dan kerja-kerja Komnas HAM
di Indonesia. Hal ini juga sebagai upaya penyebarluasan
wawasan hak asasi manusia (HAM)
kepada masyarakat khususnya anak muda.
Antusiasme terlihat pada saat proses dialog berlangsung, berbagai pertanyaan, mulai dari awal mula berdirinya Komnas HAM, sejauh apa upaya Komnas
HAM dalam mendorong pemerintah atas pemenuhan hak-hak warga negara
di Indonesia serta kasus - kasus yang telah ditangani
oleh Komnas HAM. “Berbicara tentang HAM
dan Komnas HAM, mempelajari HAM itu dimulai dari Undang – undang (UU) HAM yang
menjadi mandat Komnas HAM, bagaimana definisi, tujuan, dan lain-lain. Sedangkan
pelaksanaannya adalah dari pemerintah dan tergantung pada lingkup pelanggarannya,”
kata Mimin – sapaan akrab Mimin Dwi Hartono.
Menguatkan
hal tersebut, Feri Lubis mengungkapkan bahwa Komnas HAM bekerja tidak langsung
turun ketika ada kasus HAM. “Dalam pola kerja Komnas HAM, biasanya yang terjadi
adalah ketika ada warga yang melakukan pengaduan terkait dugaan pelanggaran HAM.
Kemudian, dianalisis terlebih dahulu apakah itu termasuk kasus HAM atau kasus
hukum, jika itu kasus dugaan pelanggaran HAM, maka dipecah lagi ke mediasi atau
pemantauan HAM,” ungkap Feri. Feri juga menerangkan bahwa untuk pihak pengadu,
Komnas HAM juga memberikan dan memastikan hak-hak untuk pengadu tersebut, sebagai
warga negara.
Tercatat salah satu perwakilan mahasiswa yang hadir menanyakan
persoalan kelompok rentan, khususnya Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang mengalami tindak
kekerasan di luar negeri. Merespon hal tersebut, Banu Abdillah menjelaskan
bahwa Komnas HAM memang mendapatkan mandat dari negara untuk melakukan sesuatu
sesuai yang dimandatkan Undang-undang. Namun, bukan berarti Komnas HAM bisa
melakukan intervensi secara langsung jika persoalan itu terjadi di luar negeri.
“HAM itu sifatnya sebenarnya lebih ke etika dan bukan
sebuah pemaksaan, kalau etika ketika seseorang melanggar, maka dianggap cacat
etika/moral. Itulah makanya kemudian HAM itu dirujuk oleh hukum dan terdapat di
dalam Undang-undang. Komnas HAM itu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya pada
tingkat nasional dan tidak dapat secara langsung intervensi tingkat regional
atau internasional, ada mekanisme yang harus dilalui,” jelas Banu Abdillah.
Dalam diskusi juga sempat disampaikan terkait upaya yang sudah dilakukan
Komnas HAM sebagaimana yang dimandatkan oleh undang-undang serta sembilan isu prioritas
yang telah ditetapkan. Diantaranya adalah pelanggaran HAM berat, masalah HAM
Papua, konflik agraria, kelompok marjinal (disabilitas, pekerja migran,
masyarakat hukum adat dan pekerja rumah tangga). Kemudian perlindungan pembela
HAM, kebebasan beragama dan berkeyakinan, bisnis dan HAM, antisipasi pemilu
2024 dan pemantauan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) 2022-2024.
Di akhir acara, disampaikan mengenai akses untuk mendapatkan
informasi-informasi seputar HAM maupun update kerja-kerja Komnas HAM. Kesemuanya
dapat diakses melalui website maupun media sosial komnas HAM. Selain
itu, jika ingin mengakses segala bentuk publikasi terkait HAM juga dapat
melalui PUHBA (Publikasi HAM berbasis Aplikasi).
Penulis : Niken Sitoresmi
Editor : Banu Abdillah
Short link