Kabar Latuharhary - Pesta Demokrasi akbar bagi rakyat
Indonesia akan dilangsungkan tidak lama lagi, yaitu pada 14 Februari 2024
melalui Pemilihan Umum (Pemilu) serentak. Pemilu 2024 terdiri dari Pemilu
Legislatif untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota. Secara bersamaan dilaksanakan pula pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden periode 2024-2029.
Pemilu ini menjadi sarana bagi rakyat
untuk memilih pemimpinnya secara demokratis. Pemilu 2024 telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pelaksanaannya pun telah
diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022. Pemilu
tahun 2024 mendatang akan di dominasi oleh pemilih muda. Menurut survey yang
dilakukan oleh Center for Strategic and International Studies (CSIS) pada 2022,
selebihnya sebanyak 60% anak muda akan mencoblos pada pemilu 2024 dan
berpotensi menjadi penentu kemenangan pada kontestasi politik di 2024.
Generasi muda sekarang adalah
generasi yang terdidik dengan revolusi digital. Jika dilihat dari peradaban
digital yang mudah mereka gunakan, maka partisipasi yang bermakna bagi mereka
akan berkurang. Kecenderungan memilih bakal calon kandidat pemilu tidak akan
menimbulkan makna yang berarti bagi generasi muda. Jika dibiarkan, akan
berakibat lesunya demokrasi yang telah digaung-gaungkan selama ini.
Komnas HAM berdasarkan Pasal 89 ayat
(1) dan ayat (2) melakukan kerja-kerja pemajuan HAM melalui pengkajian dan
penelitian serta penyuluhan. Pada ayat (2), Komnas HAM berkewajiban untuk
meningkatkan pemahaman masyarakat Indonesia tentang HAM, menyebarluaskan
wawasan HAM, serta melakukan kerja sama dalam kerja-kerja pendidikan HAM.
Melalui Tim Kampanye Tanggap Rasa diselenggarakan diskusi melalui media
daring bertajuk Diskusi Tanggap Rasa: Kita Muda Punya Suara Anti Polarisasi
Polarisasi Klub. Dalam diskusi ini dibahas secara tuntas terkait darurat
pendidikan politik untuk mereduksi dampak negatif kutub polarisasi. Hadir
sebagai narasumber Kevin Geraldi (Tiktoker @xeronav sekaligus ketua umum
Resonansi Pemuda); Jody Julian Putra Caesar (Aman Warior Ecpat Indonesia
sekaligus siswa SMA Negeri 3 Surakarta) serta Shalita Hutagalung (Anggota Tim
Pemilu Komnas HAM).
Diskusi yang dibawakan oleh Feri Lubis yang juga merupakan Anggota Tim
Pemilu Komnas HAM ini berlangsung pada Rabu, 20 September 2023. Kevin, salah
satu narasumber yang hadir menyampaikan bahwa Polarisasi dalam setiap kompetisi merupakan hal yang wajar.
Namun akan menjadi masalah kalau polarisasi yang terjadi ekstrim. Kenyataan
yang ada saat ini, anak muda banyak yang apatis dan pasrah dengan keadaan yang
ada, mereka anggap politik adalah suatu hal yang kotor.
“Pada pemilu kali ini generasi muda akan
menjadi penyumbang suara terbanyak. Kita adalah para pemuda yang menentukan
arah bangsa ke depannya. Sebagai generasi muda harus kritis, aware, ikut
berpartisipasi dalam pemilu dan menjaga agar pemilu ini penuh dengan gagasan
bukan penuh dengan sentimen dan keributan,” tegas Kevin.
Lebih dari itu, Shalita menyampaikan bahwa
kenyataan yang ada saat ini politik dan demokrasi bukan menjadi bahasan yang
menarik untuk anak muda. Tim Pemilu Komnas HAM telah menetapkan 17 golongan
sebagai kelompok rentan dalam pemilu 2024, salah satunya pemilih pemula atau early
voter. Disebut rentan, karena pemilih pemula ini banyak yang berpotensi
kehilangan hak pilihnya karena belum mempunyai e ktp sehingga mungkin tidak
bisa ikut pemilu; anak muda juga jarang yang melek politik dan demokrasi
sehingga anak muda ini perlu pendidikan politik yang mumpuni agar mereka paham
kalau suara mereka akan berguna untuk masa depan negara.
Terkait pendidikan politik, Jody menyampaikan
bahwa pendidikan politik sangat penting untuk mereka memilih pemimpin yang
tepat. Terutama bagaimana mereka punya
cermin politik untuk memilih pemimpin yang tepat, bahkan baginya yang lahir
dari keluarga yang berpolitik.
“Pendidikan politik juga sangat penting karena
generasi muda ini menyumbang hampir 60% suara. Meskipun dibilang banyak yang
sudah melek politik, namun pilihan anak-anak juga masih terbelenggu atas
pilihan orang tua. Pandangan politik dari orang tua sangat mempengaruhi,” jelas
Jody.
Hal senada disampaikan oleh Kevin, pendidikan
politik ini sangat penting. Politik berpengaruh ke kebijakan, regulasi dan
lain-lain. Generasi muda harus paham soal politik, dimulai dari yang dasar dulu.
Dalam mengedukasi atau dalam memberikan penyuluhan ke generasi muda kadang yang
bermasalah adalah deliverynya. Penyampaiannya terkadang juga kurang
menarik. Sehingga sebelum memberikan edukasi, harus dilakukan kajian untuk
menentukan strategi yang akan dilakukan. Delivery seperti apa yang
disukai oleh milenial dan yang harus dilakukan oleh pihak pemerintah harusnya
diimbangkan.
Menurutnya, Gen Z adalah generasi yang bisa
dikatakan sebagai generasi instan dan mudah mengidolakan seseorang (sosok
influencer dan konten kreator). Sehingga ia menyarankan kepada instansi yang
terkait bisa melakukan kolaborasi dengan influencer dan konten kreator. Hal itu
jauh lebih efektif daripada membuat kampanye yang menggunakan banyak anggaran
tapi tidak bisa menyasar anak muda.
“Cara lain bisa juga dengan membuat video
pendek yang relate dengan generasi muda, tentunya dengan menggunakan Bahasa
yang down to earth, relate, grassroot. Pendidikan juga harus diberikan
kepada orang tua, agar orang tua mendeliver ke anaknya. Bagaimana cara
memberikan pendidikan politik kepada anak yang tidak merugikan orang lain
tentunya,” lanjut Kevin.
Shalita pun sependapat dengan Kevin,
menurutnya anak muda ini bisa menjadi media dan sarana untuk memberikan
pendidikan politik kepada anak muda lainnya karena pendekatan anak mudanya
sangat baik dan perlu ditindaklanjuti. Saat ini Tim pemilu Komnas HAM sedang
menyiasati MOU dengan KPU dan Bawaslu terkait pendidikan politik kepada early
voter. Sedang dijajaki seperti apa detail dan mekanismenya seperti apa.
“Penggunaan medsos dengan menggandeng genZ yang mumpuni bisa menjadi media
sosialisasi dan campaign kita untuk early voter,” tegas Shalita.
Diskusi berjalan dengan sangat baik dan banyak
peserta yang antusias untuk menyampaikan pertantaan kepada narasumber yang
hadir. Di akhir diskusi, masing-masing narasumber pun menyampaikan closing
statemennya.
Jody berpesan kepada para anak muda untuk menjadi
pemilih yang kritis dan objektif, bukan pemilih yang ditentukan pilihannya oleh
orang tua. Jadilah pemilih yang berdasar gagasan, berdasar rasionalisasi yang
jelas, dan bukan atas argumentasi yang dibangun dengan pengaruh media sosial
yang kurang baik. Jangan sampai kita menjadi penyebar hoax dan menyebarkan
berita yang tidak baik, apalagi menjadi buzzer bayaran.
Shalita pun berpesan, “Jadilah agent perubahan
yang bijak dan bertanggungjawab. Setiap kita punya tanggung jawab yang sama,
mau tua mau muda untuk menentukan masa depan bangs akita ini. Jangan pernah mau
terkotak-kotak dengan pemikiran-pemikiran atau mainstream tertentu. Tapi
jadilah agen perubahan yang bijak dan bertanggungjawab,” pungkas Shalita.
Acara ini dapat disaksikan di Chanel YouTube Komnas HAM RI:
https://www.youtube.com/watch?v=GIrBOt2k2u8
Penulis : Utari Putri Wardanti
Editor : Liza Yolanda
Short link