Pada 23 Desember 1994, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
melalui Resolusi 49/214
menetapkan 9 Agustus sebagai Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia atau International Day
of the World's Indigenous Peoples. Hari Internasional Masyarakat
Adat Sedunia ini menjadi salah satu bentuk penghormatan dan pelestarian adat yang telah
turun-temurun di seluruh dunia. Selain itu juga sebagai bentuk
perlindungan terhadap hak-hak populasi masyarakat adat.
Lebih lanjut pada 13 September 2007,
Majelis Umum PBB mengesahkan United Nations Declaration on the Rights of
Indigenous Peoples (UNDRIP) atau Deklarasi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Masyarakat Adat. Deklarasi ini mengakui adanya
kebutuhan yang mendesak untuk menghormati dan memajukan hak-hak yang melekat
pada masyarakat adat, yang berasal dari politik, ekonomi, struktur sosial dan
budaya mereka, tradisi-tradisi keagamaan, sejarah-sejarah dan filsafat-filsafat
mereka, khususnya hak-hak mereka atas tanah, wilayah dan sumber daya mereka. Bahkan pada Pasal
31 UNDRIP terdapat penekanan bahwa masyarakat adat dapat melindungi warisan
budaya dan aspek-aspek budaya dan tradisi mereka lainnya, yang sangat penting
dalam melestarikan warisan mereka.
Dikutip dari laman Department of Economic and Social
Affairs Social Inclusion United Nations, tema perayaan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia
2023 yang
ditetapkan oleh PBB adalah “Indigenous Youth as Agents of Change for
Self-determination” atau "Pemuda Adat Sebagai Agen Perubahan untuk
Penentuan Nasib Sendiri".
Di Indonesia, pada periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo
dan Wakil Presiden Jusuf Kalla muncul komitmen untuk mewujudkan penghoratan dan
pelindungan hak-hak masyarakat adat. Dilansir dari https://setkab.go.id/, Presiden
Joko Widodo telah menegaskan komitmennya sebagaimana disampaikan saat menjadi
Calon Presiden (Capres) 2014 lalu, bahwa dia masih, sedang, dan akan terus
bekerja bersama-sama masyarakat adat. Secara tegas beliau sampaikan untuk
melaksanakan 6 (enam) komitmen Nawacita untuk masyarakat adat.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai
lembaga hak asasi manusia di Indonesia pada periode 2022-2027 juga telah
menetapkan 9 (sembilan) prioritas
kerja yaitu Pelanggaran HAM yang Berat; Permasalahan HAM di Papua; Konflik
Agraria; Kelompok Marginal (Disabilitas, Pekerja Migran, Masyarakat Adat dan
PRT); Perlindungan Pembela HAM; Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan; Bisnis dan
HAM; Antisipasi Pemilu 2024; serta Pemantauan RANHAM 2022-2024. Masyarakat Adat
menjadi salah satu dari kelompok marginal yang menjadi prioritas kerja Komnas
HAM.
Sebelumnya, pada awal 2015 Komnas HAM telah
menyelesaikan kegiatan Inkuiri Nasional tentang Hak Masyarakat Adat atas
wilayah adatnya. Inkuiri nasional ini merupakan yang pertama kali diadakan oleh
Komnas HAM dan ditetapkan dalam rapat paripurna Komnas HAM 1-2 April 2014.
Dikutip dari Buku Inkuiri Nasional Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Hak
Masyarakat Hukum Adat atas Wilayahnya di Kawasan Hutan, tema ini dipilih karena
persoalan masyarakat adat mempunyai dimensi HAM yang kuat. Selain itu juga ada
nilai edukasi HAM yang tinggi dan posisi masyarakat adat yang marginal. Inkuiri
Nasional ini kemudian menghasilkan rekomendasi yang salah satunya ditujukan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat yaitu untuk secepatnya dilakukan pengesahan RUU Masyarakat
Adat. Hal ini karena pengakuan atas keberadaan dan perlindungan hak-hak
tradisional MHA merupakan amanat konstitusi.
Namun nyatanya perjalanan RUU Masyarakat
Adat ini menempuh jalan yang berliku. Mulai dari 2009 sampai dengan saat ini,
RUU ini masih belum disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Padahal nantinya
dengan adanya undang-undang ini dapat dijadikan payung dalam membuat sejumlah peraturan terkait
dengan keberadaan dan hak-hak masyarakat
adat serta bisa menjadi jawaban atas banyaknya permasalahan
yang selama ini dialami oleh masyarakat adat.
Berdasarkan data aduan Komnas HAM, selama
2021 s.d pertengahan 2023 ini sebanyak 177 kasus diadukan oleh masyarakat adat
dengan isu kasus yang diadukan seputaran agraria, lingkungan, penggusuran,
kekerasan/ penyiksaan oleh aparat, intoleransi dan perampasan hak kebebasan
beragama/ berkeyakinan, ketidakprofesionalan/ ketidaksesuaian prosedur oleh
aparat penegak hukum, dan lain-lain.
Dikutip dari Siaran Pers AMAN pada 12
Juli 2023: “AMAN Pertanyakan Komitmen Pemerintah untuk Melindungi Masyarakat
Adat”, masyarakat adat merupakan pemegang hak asal-usul. Namun ketika sebuah
negara terbentuk, masyarakat adat justru ditinggalkan dan hal ini terjadi di
seluruh dunia. Oleh karenanya, melalui momentum Hari Internasional Masyarakat
Adat Sedunia ini mari kita terus dorong pemerintah agar segera mengesahkan RUU
Masyarakat Adat demi terciptanya pengakuan, pelindungan, dan pemberdayaan
masyarakat adat.
Penulis : Utari Putri Wardanti
Editor : Liza Yolanda
Short link