Dukungan
serta pendekatan publik untuk upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat
dapat digalang melalui pemuataran dan diskusi film.
Film
“You And I” karya sutradara Fanny Chotimah menjadi salah satu subyek menarik
untuk diulas. Tim Tindak Lanjut Hasil Penyelidikan Pelanggaran HAM yang Berat
Komnas HAM pun menayangkan film tersebut ke tengah publik dan media sebagai
rangkaian Peringatan Hari HAM Internasional, Rabu (6/12/2023).
Ketua
Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menghadiri acara di Kantor Komnas HAM RI ini
bersama sejumlah mahasiswa, jurnalis, serta jajaran internal Komnas HAM.
Ketua
Tim Tindak Lanjut Hasil Penyelidikan Pelanggaran HAM yang Berat, Abdul Haris
Semendawai membuka kegiatan. Kemudian berlanjut dengan pemutaran film selama
sekitar 1 jam 12 menit. Pasca pemutaran film, kegiatan dilanjutkan dengan
diskusi bersama sutradara Fanny Chotimah dan Ketua Komnas HAM.
Pada
sesi diskusi, sang sutradara menjelaskan mengenai latar belakang atau awal mula
pembuatan film You And I, yaitu adanya pameran foto yang salah satunya
merupakan karya Adrian Mulya dengan judul “Pemenang Kehidupan”. Ia sempat ikut
bersama komunitas pendamping dan kelompok korban Peristiwa 1965-1966 yang
kemudian turut serta dalam sejumlah kegiatan bersama dengan korban, seperti
makan bersama dan sebagainya. Dari kegiatan tersebutlah kemudian sutradara bisa
berhubungan dekat dengan kedua tokoh dalam filmnya, yaitu Mbah Kaminah dan Mbah
Kusdalini.
Proses
pembuatan film sekitar empat tahun dengan konsep pendekatan yang natural,
seperti hanya membawa tiga kru dan tidak kaku harus menggunakan naskah atau
teknik wawancara yang bernaskah sehingga menghasilkan tampilan yang intim
seolah kedua tokoh utama dalam film tidak menyadari keberadaan kamera.
Ketua
Komnas HAM RI mengapresiasi film yang dinilai sangat intim dan menyentuh, serta
membagikan pengalamannya terkait bertemu dengan para korban pelanggaran HAM
yang berat, khususnya Peristiwa 1965-1966. Kelompok korban dan lingkungan seperti
yang ada di film, yaitu di Kota Surakarta (Solo) memiliki karakter khusus, seperti
komunitas korban dan keluarga korbannya telah terbentuk dan memiliki hubungan
yang positif dengan masyarakat sekitar. Ia berharap agar film ini juga dapat
memberikan pendekatan yang lebih ramah kepada publik dalam edukasi tentang
pelanggaran HAM yang berat. (AN)
Short link