Singkawang - Konflik agraria dan sumber daya alam semakin mengemuka. Komnas HAM menawarkan sebuah terobosan penyelesaian.
"Komnas HAM saat ini tengah menyusun peta jalan penyelesaian konflik agraria dan tahun 2024 akan ada dialog multipihak," ungkap Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Saurlin P Siagian sesi paralel 3 diskusi publik bertajuk “Mendorong Penyelesaian Konflik Agraria Berbasis HAM”, sebagai pemetaan model konflik terkait tanah dan sumber daya alam, yang digelar secara daring dan luring di Kota Singkawang, Rabu (18/10/2023).
Terobosan tadi untuk menjawab fakta dari data konflik agraria delapan bulan terakhir. Komnas HAM menyimpulkan adanya eskalasi masif konflik agraria di berbagai lokasi di Indonesia yang mencapai 692 kasus, setara dengan empat kasus per hari yang dilaporkan ke Komnas HAM.
Empat teratas hak asasi yang paling banyak diduga dilanggar, yaitu hak atas kesejahteraan, hak memperoleh keadilan, hak atas rasa aman, dan hak untuk hidup.
Konflik agraria yang diadukan ke Komnas HAM mayoritas terkait dengan kebijakan dan keputusan pemerintah baik dalam skala nasional maupun sektoral, termasuk daerah, yang pada akhirnya masih belum menghadirkan keadilan bagi warga masyarakat.
Selain kebijakan, faktor absennya koordinasi yang efektif efektif lintas kementerian dan tingginya ego sektoral juga menjadi sebab berlarut-larutnya penyelesaian konflik agraria dan sumber daya alam.
Upaya dialog yang disebut Saurlin, merupakan cara yang lebih efektif dibandingkan pendekatan keamanan dalam penanganan konflik agraria dan sumber daya alam. "Konflik agraria menelan biaya lebih besar jika tidak diselesaikan dengan dialog/musyawarah," terang Saurlin.
Dalam lingkup daerah, Kepala Kantor Sekretariat Komnas HAM Provinsi Kalimantan Barat Nelly Yusnita memaparkan selama enam tahun terakhir menerima 94 aduan dugaan pelanggaran HAM terkait agraria. Kasus agraria di Kalimantan Barat terkait tumpang tindih lahan, klaim satu objek oleh beberapa pihak, sengketa tapal batas, penyerobotan lahan, persoalan plasma dimana kasus muncul saat panen biasanya menyangkut bagi hasil tidak sesuai ekspektasi, ganti rugi lahan, dan lain-lain.
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Kalimantan Barat Nikodemus Alle menyebutkan bahwa ketimpangan penguasaan ruang terjadi karena pihak swasta dan nasional sangat menguasai beberapa sektor, seperti perkebunan, tambang, industri sektor kehutanan serta Negara melalui program-program nasional contohnya kawasan konservasi, PSN, dan status kawasan hutan.
Walhi mendorong untuk segera melakukan pemulihan dengan penataan ulang tata kuasa dengan mengembalikan hak masyarakat, mencegah Negara, swasta dan perorangan sebagai penguasa, dan tata kelola seperti memastikan akses dan insfrastruktur, melibatkan partisipasi masyarakat.
Pj Wali Kota Singkawang H. Sumastro juga berupaya mengedepankan musyawarah dalam penyelesaian konflik agraria dan SDA.
Diskusi yang dibuka oleh Wakil Ketua Internal Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi ini menjadi forum dialog antara narasumber dan para peserta untuk memetakan model konflik terkait tanah dan sumber daya alam serta mencari terobosan dalam penyelesaiannya, terutama konflik agraria dan sumber daya alam di Kalimantan Barat. (AAP/IW)
Short link