Jakarta-Pemulihan hak korban pelanggaran HAM yang berat menjadi salah satu kewajiban pemerintah. Komnas HAM terus mendorong pemerintah menindaklanjuti rekomendasi Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (Tim PPHAM), salah satunya melalui memorialisasi.
“Di bulan Juni 2023 kemarin, kita lihat sudah ada kick off yang diselenggarakan oleh Presiden untuk memulai dilaksanakannya pemulihan. Perlu kami sampaikan juga bahwa kami telah memberikan data-data korban yang berhak mendapatkan pemulihan yang sudah mendapatkan surat keterangan korban pelanggaran HAM yang berat. Kita berharap korban akan segera dapat pemulihan secara menyeluruh,” jelas Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM Abdul Haris Semendawai saat membuka Diskusi Terfokus: “Penanganan Korban Pelanggaran HAM yang Berat dan Memorialisasi Sebagai Bentuk Pemulihan Pemulihan Kolektif”* di Kawasan Sabang, Jakarta, Kamis (3/8/2023).
Ia turut mendorong pemerintah untuk segera menindaklanjuti supaya korban segera memperoleh haknya. Lantaran Presiden RI telah mengeluarkan Keppres Nomor 17 Tahun 2022 dan terbit sejumlah rekomendasi.
Salah satu rekomendasi Tim PPHAM juga perlu mendapat perhatian, yakni membangun memorabilia yang berbasis pada dokumen sejarah yang memadai serta bersifat peringatan agar kejadian serupa tidak akan terjadi lagi di masa depan.
Selain pemulihan hak korban, Semendawai memandang memorialisasi sangat penting dalam instrumen hukum internasional. Prinsip-Prinsip Dasar dan Pedoman Hak atas Remedi dan Reparasi bagi Korban Pelanggaran Hukum HAM Internasional dan Hukum Humaniter menegaskan bahwa memorialisasi merupakan salah satu bentuk pemulihan.
“Memorialisasi ini merupakan satu bentuk pemulihan yang memang sudah diakui secara internasional dan dalam praktiknya juga di dalam berbagai peristiwa sudah biasa, seperti Monumen Perdamaian Hiroshima, Museum Peringatan Genosida di Kamboja,” terang Semendawai.
Memorialisasi juga bertujuan untuk mengingatkan terjadinya peristiwa supaya tidak terulang lagi di masa mendatang serta berbagai pihak dapat memetik pelajaran dari peristiwa yang pernah terjadi.
“Pertemuan hari ini, kita akan membahas seperti apa sebaiknya memorialisasi dilakukan? Bentuknya seperti apa? Yang kita tahu bahwa ada 12 peristiwa dan perlu memperhatikan apakah setiap peristiwa itu nanti perlu ada memorialisasi masing-masing?” ucap Semendawai.
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro berharap diskusi tersebut menjadi forum untuk mencari titik temu bentuk memorialisasi yang bermakna realistis. “Menjadi momentum bagaimana kita bisa merumuskan satu bentuk atau ide memorialisasi yang bermakna tetapi realistis. Kurang dari tiga bulan harus kita dapat menemukan yang realistis yang dapat kita tawarkan kepada Tim PKPHM, kepada pemerintah,” ucapnya ketika menutup diskusi. (AM/IW)
Short link