Jakarta - Minyak sawit menjadi penyumbang devisa terbesar di Indonesia senilai Rp 250 triliun setiap tahunnya. Kontribusi ini tidak didukung dengan peraturan perundang-undangan pelindungan terhadap buruh perkebunan.
"Ada ketidakadilan gender pada buruh perempuan di sektor sawit, di antaranya adalah perempuan yang bekerja di perkebunan sawit seringkali dianggap tidak ada, buruh perempuan ini hanya memiliki peran sebagai asisten dari suaminya yang merupakan buruh laki-laki untuk perkebunan," ungkap Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM Anis Hidayah saat menjadi narasumber dalam Diskusi Tematik: Menuju Kongres Perempuan Bangkit “Perempuan di Perkebunan Sawit” yang diselenggarakan oleh Sawit Watch dan Aliansi Perempuan Bangkit, di Bakoel Koffie, Jakarta, Jumat (16/6/2023).
Anis memaparkan materinya mengenai Nestapa Pekerja Perempuan di Perkebunan Sawit sebagai respons atas kondisi tadi. Ia melihat bahwa kondisi yang terjadi pada perempuan di perkebunan sawit ialah bentuk pemiskinan struktural dan eksploitasi secara struktural.
Hadir narasumber lain dalam kegiatan ini, Direktur Hubungan Kerja dan Pengupahan Kementerian Ketenagakerjaan Dinar Titus Jogaswitani, akademisi Universitas Indonesia Hariarti Sinaga, dan Perwakilan Perempuan Buruh Perkebunan Sawit Siti Roaini. (DYK/AAP/IW)
Short link