Latuharhary-Pembela Hak Asasi Manusia (Human Rights Defender) seringkali mengalami kriminalisasi. Komnas HAM pun mendorong upaya pelindungan hukum terhadap para pembela HAM.
“Berdasarkan data Pengaduan Komnas HAM medio 2021-2022, sengketa agraria, termasuk konflik dengan korporasi yang melibatkan pembela HAM adalah kasus tertinggi kedua yang diterima di Komnas HAM RI,” tutur Ketua Komnas HAM RI Atnike Nova Sigiro ketika menjadi narasumber dalam kegiatan diskusi bertajuk “Perlindungan Hukum Bagi Pembela Lingkungan Hidup”, Rabu (10/5/2023).
Kasus kriminalisasi tehadap pembela HAM, lanjut Atnike, terjadi ketika sekelompok masyarakat mengadvokasi wilayahnya, baik masyarakat adat maupun masyarakat lokal.
Beragam kasus yang diadukan tersebut menjadi sebuah pemikiran agar konsep pembela HAM lebih diperjelas. Langkah ini harus dilakukan agar pemerintah dan masyarakat mempunyai gambaran yang jelas tentang konsep pembela HAM.
Ada dua landasan tentang pembela HAM, yaitu UUD 1945, Pasal 28c (92) dan aturan konstitusional yang di dukung Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM.
“Kebijakan dan prosedur Komnas HAM terkait pembela HAM, perlu diperjelas konsepnya, secara sektoral secara umum. Semestinya bersifat umum tetapi memerhatikan prinsip-prinsip atau dimensi adanya kelompok-kelompok yang tereksekusi dari pembela HAM,” tegas Atnike.
Disebutkan juga bahwa prosedur Komnas HAM terhadap pembela HAM sudah ada, tetapi tantangannya terletak pada kekuasaan hierarki lembaga di luar Komnas HAM.
“Terkait efektivitas mekanisme pelindungan pembela HAM, dukungan politik tetap menjadi faktor terpenting dalam perwujudan pelindungan pembela HAM," ungkap Atnike. (SP/IW).
Short link