Jakarta - Kasus gangguan ginjal progresif atipikal (GGAPA) pada anak terindikasi pelanggaran hak asasi manusia. Pemerintah dituntut memenuhi hak para korban.
"Jangankan santunan, berkunjung saja belum, saya sangat berharap ayo pemerintah lihat kami, jangan selalu bahas santunan coba temui kami, lihat bagaimana kondisinya. Ayo lihat kami, anak-anak yang masih berjuang, jangan selalu bilang tidak ada anggaran itu menyakiti hati kami," ungkap keluarga korban Siti Suhadiyati dalam diskusi publik dan media briefing "Perkembangan Terkini Obat Beracun" yang diselenggarakan Tim Advokasi Kemanusiaan, Rabu (29/3/2023).
Dalam forum yang sama, Komisioner Komnas HAM RI Putu Elvina menyampaikan sejumlah pelanggaran hak asasi manusia atas kasus GGAPA pada anak di Indonesia. Beberapa hak yang tidak terpenuhi, antara lain hak untuk hidup, hak atas kesehatan, hak anak, dan hak memeroleh keadilan. Hak lain yang dilanggar, yaitu hak atas pekerjaan dan hak atas jaminan sosial, hak atas informasi, hak konsumen, dan pelanggaran terhadap prinsip bisnis dan hak asasi manusia.
Menyinggung pemulihan kesehatan bagi korban anak yang mengalami gagal ginjal, Putu mendorong jaminan terhadap akses untuk mendapatkan kesehatan secara optimal. Dalam konteks pelindungan anak, ujarnya, negara harus mempersiapkan level tertinggi untuk warganya untuk mendapat hak mendapat jaminan pemenuhan kesehatan.
“Tapi saat level yang paling tinggi, yang diharapkan keluarga korban, namun tidak kunjung didapatkan itu yang kemudian dikatakan bahwa Negara dalam kasus ini melakukan pelanggaran negara karena pembiaran (by omission),” jelas Putu.
Menyoal hak memperoleh keadilan, menurut Putu, tidak hanya soal proses gugatan yang saat ini sedang berproses, namun juga termasuk keadilan sosial dalam hal ini pemenuhan jaminan untuk korban dan keluarga korban.
“Korban bukan semata-mata butuh santunan, tapi Negara mencantumkan dalam regulasi, hak atas kesejahteraan termasuk hak atas jaminan sosial, kalau negara gagal memenuhi jaminan sosial, artinya pada saat pihak yang paling bertanggung jawab lepas tangan. Bicara soal kesejahteraan, jaminan sosial, itu diatur dalam undang-undang, maka tidak ada alasan untuk mengingkari mandat tersebut,” ujar Putu.
Narasumber lain dalam diskusi ini, di antaranya Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani dan aktivis yang juga selebritas Wanda Hamidah. (AAP/IW)
Short link