Kabar
Latuharhary – Kebebasan pers merupakan bagian dari Kebebasan Berekspresi dan
Berpendapat. Problem serius kebebasan pers saat ini terkait dengan isu monopoli
media massa dan kekerasan terhadap Jurnalis.
“Kebebasan
berpendapat dan berekspresi adalah salah satu hak dasar yang dapat menjadi
tiang dari demokrasi. Demokrasi tidak mungkin kita wujudkan tanpa kebebasan
berpendapat dan berekspresi. tetapi hak ini bukan tanpa batas, tetap ada
batasnya,” Komisioner Komnas HAM, Sandrayati Moniaga menyatakan hal ini saat
membuka kegiatan dan menjadi narasumber Diseminasi dan Diskusi Publik “Standar
Norma dan Pengaturan Nomor 5 tentang Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi
dalam Kebebasan Pers”. Kegiatan diseminasi ini diselenggarakan secara hybrid
di Grand City Hall, Medan dan zoom meeting, pada Selasa (21 Juni 2022).
Sandra
menjelaskan bahwa SNP Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi memiliki banyak
cakupan, salah satunya ialah Kebebasan Pers. Dalam hal ini, kebebasan yang
djelaskan meliputi kebebasan mendirikan usaha penerbitan maupun penyiaran,
kerja jurnalistik untuk mendapatkan akses informasi, kebebasan editorial, dan
jaminan hak-hak jurnalis. Sandra menyampaikan bahwa pers memiliki kode etik
jurnalistik, hal ini menjadi modal dasar dari kalangan pers untuk bekerja
secara independen dan professional. Tetapi salah satu yang Komnas HAM liat
menjadi persoalan serius adalah isu monopoli atas media massa.
“Dalam SNP ini
secara eksplisit kami menegaskan bahwa monopoli di media massa dan campur
tangan kuasa politik dan ekonomi itu tidak dibenarkan. Ini dapat mengganggu
kebebasan berpendapat dan berekspresi. Kemudian, penyelesaian kasus pers
melalui gugatan keperdataan sebenarnya dapat dilakukan khusus karena
kawan-kawan jurnalis ada dewan pers,” ujar Sandra.
Dalam SNP
Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi juga terdapat cakupan mengenai Jurnalisme
Warga. Hal ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hak untuk
berpendapat, hak memperoleh informasi, hak untuk berkomunikasi, hak
berpartisipasi dalam proses demokrasi, dan kebebasan ekspresi yang memungkinkan
warga melibatkan dirinya dalam kehidupan politik kewargaannya.
“Youtube,
Instagram, facebook dan lain-lain itu juga saat ini berperan seperti
jurnalisme warga. Tetapi ini memang dia dibutukan, dan harus dilindungi tetap
ada dalam jalur-jalur yang benar,” ucap Sandra.
Cakupan lainnya,
ialah Jurnalis sebagai pembela HAM. Yakni setiap orang yang bekerja untuk
memajukan dan melindungi HAM, termasuk pekerja HAM professional atau non-professional
termasuk jurnalis. Dalam hal ini, jurnalis berhak mendapatkan pelindungan dan
tidak boleh dilarang dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Termasuk yang
berkaitan dengan peliputan atau pemantauan tindakan aparat penegak hukum, dalam
hal ini jurnalis tidak boleh mendapatkan tindakan pembalasan, kekerasan lainnya
serta peralatan mereka tidak boleh disita atau dirusak.
“Di dalam konsep
hak asasi manusia kita mengenal yang disebut pembela HAM atau Human Rights
Defender. Pembela HAM ini adalah ujung tombak di dalam pemajuan dan
penegakan hak asasi manusia. Yang disebut human rights defender bukan
hanya lawyer di LBH, tetapi semua orang yang terlibat dalam pembelaan
pemajuan ham dia bisa disebut sebagai pembela HAM. Sebagian dari teman-teman
jurnalis, itu juga dapat dikategorikan sebagai pembela HAM, ketika
kerja-kerjanya betul memang mempromosikan hak asasi manusia. Tetapi tidak semua
jurnalis itu bisa kita terima sebagai pembela HAM, apabila dalam keseharian dia melakukan tindak
kekerasan dalam rumah tangga, atau sesama teman kerjanya, itu akan kami coret,
tidak ada perlakuan khusus,” kata Sandra.
Kegiatan diseminasi dan diskusi public ini turut dihadiri narasumber lain, yakni Kasubbid Penmas Bid Humas Polda Sumatera Utara, Kompol Herwansyah Putra; Akademisi Universitas Nommensen Medan, Dr. Dimpos Manalu; serta Ketua AJI Medan Christison Sondang Pane. Kegiatan ini juga melibatkan peserta yang berasal dari para pemangku hak dan pengemban kewajiban yang memiliki peran dalam pemenuhan, pelindungan dan penghormatan HAM terkait kebebasan pers, berekspresi, dan berpendapat, antara lain terdiri dari pemerintah daerah, pelaksana peraturan, aparat penegak hukum, akademisi, jurnalis, masyarakat sipil.
Penulis : Annisa Radhia
Editor : Banu Abdillah
Short link