Kabar Latuharhary –
Lebih dari 12.600 Penyandang Disabilitas Mental (PDM) terkurung di dalam
panti-panti sosial. Mereka hidup di dalam sel seperti penjara tanpa ada
kepastian. Kondisi tersebut merenggut kebebasan dan kemerdekaan mereka sebagai
manusia. Hal itu bertentangan dengan prinsip HAM.
“Kekerasan
terhadap penyandang disabilitas mental di panti rehabilitasi harus dihentikan,”
kata Anis Hidayah, Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM RI, hal itu
disampaikan saat memberikan tanggapan dalam acara Penghargaan Iris Award dan
Peluncuran buku serta Kertas Kebijakan terkait penyandang disabilitas mental di
Indonesia. Acara ini diselenggarakan oleh Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia
secara luring dan daring di Hotel Des Indes, Menteng, Jakarta Pusat
(01/12/2022).
Hadir
juga dalam acara tersebut, Komisioner Komnas HAM periode 2017-2022, Sandaryati
Moniaga yang mendapatkan penghargaan Iris Awards atas kontibusinya dalam
memastikan perlindungan terhadap hak-hak penyandang disabilitas mental selama
menjabat sebagai Komisioner Komnas HAM.
Dalam
acara itu diluncurkan buku “Orang-orang yang Dilupakan: Situasi Penyandang
Disabilitas Mental di Indonesia dan juga Kertas Kebijakan “Membebaskan yang
Terlupakan. Banyak fakta-fakta yang diungkapkan dalam buku itu. Salah satunya
adalah kondisi panti -panti sosial penyandang disabilitas mental atau
psikososial di Indonesia.
“Banyak
kekerasan terjadi di panti-panti rehabilitasi dan belum ada upaya yang
konkret,” ungkap Yeni Rosa, Ketua Umum Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia.
Yeni
mengatakan bahwa dalam panti, para penghuni panti PDM sebagian diantaranya
dirantai, sehingga seluruh aktivitas dilakukan di tempat itu. Aktivitas seperti
makan, minum, tidur bahkan membuang air besar dan kecil dilakukan di tempat yang
sama. Anehnya, kondisi itu dianggap lumrah dan wajar oleh beberapa pihak karena
dianggap merupakan penanganan yang tepat bagi PDM. Perlakuan itu bertentangan
dengan HAM karena telah merampas kebebasan dan kemerdekaan mereka.
Berdasarkan
temuan Perhimpunan jiwa Sehat (PJS) ketika melakukan advokasi, terjadi
kekerasan-kekerasan yang dilakukan oleh pengurus panti hingga merenggut nyawa PDP.
Ironisnya tindakan kekerasan itu dianggap sebagai bagian dari penanganan dan
perawatan kepada PDP. Hal ini juga dibenarkan dan dibiarkan oleh pihak keluarga
PDP.
Melalui
Buku dan Kertas Posisi tersebut, pembaca atau masyarakat diajak untuk lebih
peka terhadap situasi pelanggaran HAM di panti-panti para PDP yang berada di
Indonesia. Sebagai manusia, mereka seharusnya mendapat hak yang sama untuk
mendapatkan kebebasan dan kemerdekaan. “Peran pemerintah sangat dibutuhkan
untuk menyelesaikan persoalan ini,” ungkap Yeni.
Menanggapi,
Anis mengatakan bahwa Komnas HAM bersama PJS telah meneropong hal tersebut
sejak 2018. Banyak isu HAM yang ditemukan dalam persoalan terkait penyandang disabilitas
mental seperti stigma yang diskriminatif terhadap PDM, pemasungan, persetujuan
tindakan medis terhadap diri sendiri, serta perempuan dan anak.
Perlakukan
terhadap penyandang disabilitas tersebut merupakan tindakan yang tidak
manusiawi. Tindakan itu bertentangan dengan dokumen-dokumen HAM internasional
seperti Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM), Dokumen Konvensi
Internasional Anti Penyiksaan (Convention Against Torture), Kesepakatan
Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan (CEDAW) dan
Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD), lanjut Anis menjelaskan.
Berdasarkan
kajian Komnas HAM pada 2018, lanjut Anis lagi. Sebanyak 6 (enam) persen
penduduk Indonesia mengalami ganggguan mental. Hal ini tidak didukung dengan
penyediaan fasilitas layanan kesehatan jiwa yang memadai dan berperspektif
HAM.
“Kesehatan
mental belum dianggap serius oleh pemerintah sehingga tidak ditangani dengan
khusus,” tutur Anis.
Akar
masalah disabilitas mental adalah masih lemahnya komitmen negara. Selain itu,
kesehatan jiwa belum menjadi prioritas nasional. “Komnas HAM mendorong
pemerintah untuk memiliki standar rehabilitasi bagi PDM yang berperspektif
HAM,” tukas Anis.
Penulis : Feri Lubis
Foto : Anissa Arum Putri
Short link