Kabar Latuharhary – Komnas HAM melalui
Biro Dukungan Pemajuan HAM khususnya Bagian Dukungan Penyuluhan
menyelenggarakan diskusi Tanggap Rasa “Apa Rasamu terhadap Rasaku”, dengan
mengangkat tema “Glam to Glow”, yang diselenggarakan secara daring dan
disiarkan secara langsung melalui live Youtube Komnas HAM, pada Rabu (28
September 2022). Kegiatan ini dihadiri oleh narasumber Sejarawan; Bonnie
Triyana, Praktisi GLAM; Adrian, Pekerja Komnas HAM; Avokanti Nur, serta
dimoderatori oleh Subkordinator Perpustakaan Komnas HAM; Nur Afifa Fauziah.
Diskusi Tanggap Rasa kali ini
bertepatan dengan Hari Hak Mendapatkan Informasi, yang diperingati setiap
tanggal 28 September. Hak mendapatkan informasi sendiri dijamin dalam
Undang-Undang 1945 Pasal 28F, yang menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi, baik untuk pengembangan pribadi maupun
lingkungannya. Selain itu dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39
Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 14, menjaminkan bahwa setiap orang
berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pribadinya dan lingkungan sosialnya.
Namun, meskipun hak tersebut sudah
jelas dituangkan pada Undang-undang, pada hak memperoleh informasi tersebut
masih kerap kali dilanggar, salah contohnya seperti razia buku yang dianggap
berhaluan kiri, maupun karya-karya yang bertema pluralisme, kasus pelanggaran
HAM yang berat dan lain lain turut disita.
Seiring berjalannya waktu, informasi
tidak hanya bisa didapatkan dengan mengunjungi perpustakaan. Penyedia informasi
kini semakin berkembang, salah satunya menggunakan konsep GLAM. GLAM itu
sendiri merupakan kepanjangan dari Galleries, Libraries, Archives, and
Museum (Galeri, Perpustakaan, Arsip, dan Museum). Konsep GLAM ini
hadir tentunya sebagai salah satu upaya negara dalam pemenuhan hak atas
informasi warga negara, dengan memberikan informasi yang telah diverifikasi.
Pada diskusi Glam to Glow kali ini, Komisioner
Komnas HAM Beka Ulung Hapsara dalam video pembukaan diskusi menyampaikan bahwa
hak untuk mendapatkan informasi adalah hak konstitusional warga negara yang
harus dilindungi. Diskusi kali ini, lanjut Beka bertujuan untuk mencari
pengetahuan, berbagi pengalaman dan menyatukan langkah upaya Indonesia
bertambah baik, dengan berdasar dengan prinsip dan standar hak asasi manusia.
“Tanggal 28 September menjadi salah satu hari yang
penting bagi peradaban modern, peradaban hak asasi manusia yaitu diperingati
sebagai hak untuk mendapatkan informasi. Setiap warga negara punya hak untuk
mempunyai informasi yang jujur, adil dan juga berdasarkan fakta-fakta yang
tidak merendahkan harkat dan martabat manusia,”kata Beka
Pada kesempatan kali ini, Beka turut mengajak semua
masyarakat, maupun pemangku kebijakan untuk dapat berempati terhadap korban
pelanggaran ham maupun korban pelanggaran ham yang berat. Agar para korban
mendapatkan haknya, dipulihkan haknya, dan mampu menapaki masa depan yang
cerah, hak-haknya dilindungi, dihormati dan dipenuhi oleh negara.
“Saya juga ingin mengajak kaum muda untuk
bergandeng tangan, generasi muda adalah generasi penggerak bangsa. Ketika kaum
muda bergerak, tentu saja bangsa dengan segala macam keragaman budaya, agama,
dan lain sebagainya mampu memperkuat dirinya sendiri, dan pada titik tertentu
apa yang menjadi ciita-cita dari pendiri bangsa dapat terwujud,” ucap Beka.
Pekerja HAM Komnas HAM, Avokanti Nur atau yang
akrab disapa Poppy menyampaikan bahwa dirinya memiliki ketertarikan terhadap
sejarah, hal tersebut yang membuat dirinya acap kali mengunjungi museum.
Kegiatan GLAM yang dilakukan Poppy membuat dirinya melihat banyak karya-karya
seni yang ternyata mengadung pesan-pesan HAM.
“Saat saya menentukan melakukan kegiatan GLAM,
bukan karena ada isu HAMnya. Namun, ternyata banyak karya seni yang mengangkat
isu Pelanggaran HAM, dan Pelanggaran HAM yang Berat. Beberapa karya seni yang
saya lihat, salah satunya berbentuk sumur dan ada pasirnya. Seniman tersebut
menjelaskan bahwa gambar tersebut merupakan bendungan yang dibangun di
Indonesia. Dan menjelaskan jumlah dan luas serta dampak ke masyarakat. Saya
tidak menya seniman ini menarasikan atau mengejawantahkan ada masyarakat yang
haknya terlanggar saat pembangunan,” ujar Poppy.
Penulis : Annisa Radhia
Editor : Liza Yolanda
Short link