Kabar Latuharhary - Di Twitter, kemunculan akun-akun garis lucu
seperti NU Garis Lucu, Komunitas Katolik Garis Lucu, Hindu Garis Lucu, Buddhis
Garis Lucu, Kristen Protestan Garis Lucu sampai adanya akun PNS Garis Lucu
menjadi warna tersendiri di dunia media sosial. Akun NU Garis Lucu sudah
bergabung di twitter sejak Maret 2015, disusul dengan akun-akun lain pada 2019.
Akun-akun ini hadir menawarkan gaya baru dalam bermedia sosial, termasuk dalam
menyampaikan pesan-pesan toleransi. Mereka mengemas penyampaian sebuah isu yang
sedang menjadi perbincangan netizen dengan gaya guyonannya yang ringan. Tak
jarang pula kita melihat akun-akun ini saling berbalas pesan di twitter yang
membuatnya semakin menarik perhatian netizen.
Ekspresi keagamaan yang
‘dipertontonkan’ oleh akun-akun keagamaan garis lucu merupakan bagian dari
kebebasan berpendapat dan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi. Hak ini
mencakup ekspresi dan mencari, menerima, dan menyebarluaskan informasi atas
semua bentuk gagasan dan opini kepada pihak lain.
Melalui Bidang Pendidikan dan
Penyuluhan, Komnas HAM menggagas diskusi Tanggap Rasa bertajuk Berkomedi dalam
Toleransi dengan mengundang beberapa admin garis lucu untuk berbagi rasa dan
pengalaman menarik selama menjadi admin. Diskusi dilaksanakan melalui twitter
spaces pada Rabu, 27 Juli 2022.
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM,
Beka Ulung Hapsara, yang berkesempatan membuka diskusi menyampaikan
pandangannya terhadap akun garis lucu yang marak di media sosial. “Bicara soal
SNP Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi juga SNP Kebebasan Beragama dan
Berkeyakinan kan itu menjelaskan bagaimana hak-hak konstitusional warga negara yang
harus dilindungi, dihormati, dan dipenuhi oleh negara dan juga dihormati oleh
warga negara yang lain,” jelas Beka.
Munculnya akun-akun garis lucu yang
kemudian juga disambut dengan akun-akun agak serius seperti garis lurus dan
lain-lain, menurutnya sangat baik. Kita membutuhkan diskursus atau diskusi
antar wacana yang bisa dilakukan dalam media apa saja, contohnya di twitter,
lanjutnya.
“Bagi saya, ekspresi-ekspresi yang
disampaikan oleh akun-akun garis lucu maupun garis lurus adalah bagian dari
kebebasan berekspresi dan berpendapat yang harus kita rayakan terus dan kita
jaga,” tegas Beka.
Beka melanjutkan, jika dilihat dari
teori HAM, sebenarnya tidak mudah untuk menggolongkan satu hal sebagai
penistaan agama dan penodaan agama. Harus dilihat dulu apa konteksnya, niatnya,
bagaimana ucapannya, apa pengaruhnya ke masyarakat banyak, dan lain-lain. Beka
pun berpesan bahwa penting bagi aparat negara untuk tahu dan paham terkait hak
asasi manusia.
Diskusi yang dimoderatori oleh Dendy
Arifianto ini mendatangkan admin twitter Komunitas Katolik Garis Lucu
@KatolikG, NU Garis Lucu @NUgarislucu, dan Buddhis Garis Lucu @BuddhisGL
sebagai narasumber.
Mereka mengkisahkan apa yang
memotivasi mereka dalam membuat akun-akun garis lucu dan apa sebenarnya pesan
yang ingin dibawa dalam membuat akun itu. Ombudd (sapaan admin Buddhis Garis
Lucu) dan Minka (sapaan Komunitas Katolik Garis Lucu) menyampaikan bahwa akun
NU Garis Lucu lah yang memotivasi mereka untuk ikut membuat akun garis lucu.
Lebih dari itu, Minka menyampaikan
bahwa ia ingin membawa kehadiran kelompok-kelompok minoritas agar merasa setara
dengan kelompok lain dalam hidup di NKRI dengan cara bercanda bersama. “Karena
agama dianut oleh manusia di dunia, kita pengen menghadirkan iman yang
manusiawi juga,” ucap Minka.
Sementara itu, Gus NU sebagai pioner
membuat akun garis lucu ini, juga punya keresahan yang sama. Setiap kali ada
eskalasi politik dan gejolak sosial, yang muncul di permukaan selalu
ketegangan-ketegangan. “Akhirnya kami menemukan satu formula untuk meredakan
ketegangan-ketegangan ini. Muncullah ide membawa obrolan-obrolan ringan saat
masih kecil bersama teman-teman yang begitu cair di dalam media sosial,”
terangnya.
Mereka pun menceritakan tantangannya
selama menjadi admin garis lucu. Ombudd menyampaikan tantangan yang dihadapi
seperti saat membuat materi yang menurutnya lucu, namun ternyata tidak
dimengerti oleh kaum yang lain. Tidak hanya itu, ketika mereka diaruli,
yaitu munculnya akun lain yang membantah
postingan garis lucu dengan topik yang sama. “Pada saat diaruli itu
memang tantangan bagi admin untuk tetap sabar, sombong, dan menjawab dengan
bercanda”, tegas Ombudd dengan nada riang.
Sebagai penutup berupa pesan kepada
pendengar, Gus NU mengajak untuk menguatkan ideologi masing-masing agama untuk
saling menguatkan karena Indonesia yang majemuk. Senada dengan itu, Minka pun
berpesan, sangat relevan untuk saat ini bagaimana kita membekali generasi di
bawah kita dengan iman dan moral yang kuat dalam keluarga, sebagai bekal hidup
dalam masyarakat membangun negara ini.
Sedangkan Ombudd menyampaikan bahwa
Indonesia merupakan tempat yang sangat baik untuk mendalami ajaran agama dan
keyakinan sesuai dengan tradisi yang dijalani. Ini yang perlu dijaga dan
dipertahankan agar kita bisa menjadi bangsa yang lebih baik lagi. “Ayo kita
bersama-sama jaga toleransi, keberagaman ini, jaga ketentraman, supaya kita
bisa beribadah sesuai cara masing-masing dengan tenang,” pungkas Ombudd.
Sebagai penutup, penyuluh Komnas HAM,
Sri Rahayu, mengajak para pendengar untuk terus bertoleransi dalam beragama dan
berkeyakinan dengan penuh komedi jenaka namun tetap menjunjung tinggi
nilai-nilai hak asasi manusia. “Kita semua beragam, kita perlu melihat itu
sebagai suatu kekuatan. Komnas HAM penting hadir di sini sebagai gambaran bahwa
kerja Komnas HAM dalam membuat SNP tentang Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan
serta SNP Kebebasan berekspresi dan Berpendapat itu tertuang dari ruang bersama
yang kita bangun ini,” tegas Ayu, sapaan akrab Sri Rahayu.
Dalam konteks opini dan keyakinan
keagamaan, setiap orang sebagai warga negara punya tanggung jawab untuk
menghindari ekspresi yang dapat menyinggung orang lain dan kelompok lain.
Setiap orang juga bertanggung jawab memastikan ekspresi, praktik, dan pemajuan
dari pandangan, kepercayaan, serta keyakinan yang berbeda disampaikan dengan
cara-cara yang sesuai dengan prinsip hak asasi manusia.
Tak hanya itu, negara juga harus
menghormati pandangan-pandangan yang beragam ini. Negara tidak dapat menentukan
salah satu pandangan sebagai kebenaran tertentu dan menjadikan pandangan lain
tidak dapat disampaikan.
“Pesan untuk pendengar sekalian, kita
perlu melihat apa saja yang bisa diekspresikan dalam berkomedi dan bertoleransi
dan apa yang tidak boleh kita ekspresikan dalam berkomedi dan bertoleransi,” tutup
Ayu.
Penulis : Utari Putri Wardanti
Editor : Sri
Rahayu
Short link