Jakarta-Kasus dugaan pencemaran nama baik Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan berbuntut panjang. Komnas HAM RI siap melakukan mediasi agar semua pihak mengedepankan prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
“Dalam mengawal jalannya pemerintahan, setiap orang berhak untuk turut serta mengajukan pendapat, permohonan, pengajuan dan atau usaha pada pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan yang bersih dan efisien,” jelas Komisioner Komnas HAM Sandra Moniaga dalam Diskusi Publik Jilid Baru Otoritarianisme: “Kriminalisasi Haris+Fatia” yang diselenggarakan secara daring oleh KIKA, Nalar TV, dan YLBHI, Selasa (18/1/2022).
Kasus yang bermula dari konten kanal YouTube milik pendiri Lokataru Haris Azhar juga melibatkan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Fatia Maulidiyanti pada 20 Agustus 2021. Keduanya menyebutkan Luhut terlibat dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua berdasarkan rilis data dariJaringan Advokasi Sipil..
Luhut beberapa kali melayangkan somasi kepada Haris dan Fatia. Dalam somasi tersebut, Luhut menuntut permintaan maaf yang ditayangkan di kanal YouTube Haris. Kini, berkas kasus masuk penyidikan Polda Metro Jaya.
“Setelah menerima pengaduan dan mendapat penjelasan dari rekan-rekan pembela dan juga dari Fatia, kami meminta kepada para pihak untuk menempuh upaya mediasi dan menjadikan jalur hukum sebagai upaya terakhir dalam penyelesaian masalah ini,” terang Sandra.
Sandra menambahkan proses mediasi dapat dilakukan dengan melibatkan mediator yang dipercaya atau difasilitasi oleh Komnas HAM. Sandra juga mengingatkan kembali bahwa hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi bagi setiap warga telah dijamin di dalam konstitusi.
Pejabat publik, terangnya, harus membuka diri terhadap pengawasan publik. Hal tersebut merupakan bagian dari mengontrol pelaksanaan pemerintah.
Lebih lanjut, Sandra menyatakan Komnas HAM terbuka untuk menyampaikan pendapat atau Amicus Curiae jika nantinya diperlukan. "Komnas HAM siap memberikan amicus curiae," ucapnya.
Sandra juga menerangkan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat tertanggal 26 Oktober 2021 yang ditujukan kepada Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, Kapolri serta kuasa hukum. Namun hingga kini, surat tersebut belum mendapatkan respons. (AM/IW)
Short link