Latuharhary - Perkawinan campuran dengan warga negara asing atau yang disebut keluarga perkawinan campuran kerap diliputi sejumlah persoalan terkait pemenuhan hak asasi manusia.
“Dalam Pasal 28D Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. Pun demikian dengan bagian dari Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang mengatakan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Jadi orang Indonesia harus dilindungi,” ungkap Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik saat menjadi pembicara dalam webinar dengan tema “Kewarganegaraan Ganda dan Hak Asasi Keluarga Perkawinan Campuran, dan Urgensi Perubahan UU No.12/2006 tentang Kewarganegaraan” yang diselenggarakan oleh LPPSP-FISIP UI bersama Aliansi Pelangi Antar Bangsa, Sabtu (15/1/2022).
Substansi UU tentang Kewarganegaraan, dicermati Taufan terdapat kemajuan.Dalam Pasal 6 yang berbunyi “Dalam hal status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf l, dan Pasal 5 berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya”.
“Ini kemajuan, dulu sama sekali anak sejak awal harus kewarganegaraan tunggal,” kata Taufan.
Dalam dinamika sistem hukum dunia, menurutnya, kewarganegaraan dianggap sebagai hak asasi manusia. Terutama terkait mekanisme negara menghormati dan melindungi hak dari seorang individu. Taufan juga mengungkapkan, Komnas HAM RI mengimplementasikannya bersama SUHAKAM Malaysia dan CHRP Filipina.
Ketiga pihak berupaya menangani persoalan pemenuhan hak-hak dasar bagi statelessness person yang tinggal di perbatasan negara Indonesia, Malaysia dan Filipina. Status statelessness dinilainya akan memunculkan persoalan lainnya seperti hak atas pendidikan, hak atas pekerjaan, dan lain-lain.
Sementara itu, melihat persoalan kewarganegaraan yang timbul dalam perkawinan campuran, narasumber lainnya Guru Besar FHUI dan Anggota DPD RI Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., M.H., mendorong riset menyeluruh untuk mendapatkan data yang maksimal. Upaya ini untuk mencari solusi yang tepat bagi pemangku kepentingan baik dalam mengambil kebijakan maupun regulasi.
Pembicara lain pada acara ini, di antaranya Guru Besar FHUI dan Anggota DPD RI; dan Diah Pitaloka, S.Sos, M.Si, Ketua Kaukus Perempuan Parlemen RI dan anggota Baleg DPR Fraksi PDIP.
(AAP/IW/SA)
Short link