Kabar Latuharhary – Di tengah pandemi Covid-19, dugaan pelanggaran HAM masih saja terjadi. Hal ini diantaranya diterima oleh Komnas HAM pada 13 Juli 2021, melalui aplikasi zoom meeting. Pengadu berinisial AS melakukan audiensi secara daring dengan Hairansyah selaku Komisioner Komnas HAM, didampingi oleh staf Pelayanan pengaduan, Ceria Alamiyati. AS menceritakan eksekusi paksa atas rumahnya yang diduga dilakukan oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur.
Hak atas kesejahteraan adalah hak setiap warga negara. Salah satu hal yang penting dalam hak atas kesejahteraan tersebut adalah hak untuk bertempat tinggal serta memiliki kehidupan yang layak.
Istri AS menuturkan bahwa pada 8 Juni 2021, secara tiba-tiba ia dan anak-anaknya dipaksa meninggalkan rumah yang ditempatinya karena akan dilakukan eksekusi. Ia dipaksa meninggalkan dan mengosongkan rumah tersebut saat itu juga tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Lebih lanjut istri AS mengatakan bahwa buntut dari eksekusi tersebut, ia dan anak-anaknya mengalami trauma dan terpaksa tinggal di kontrakan berukuran kecil. Sebenarnya dia dan keluarganya telah mengetahui bahwa ia menempati lahan yang bersebelahan dengan lahan berperkara. Namun, ia tidak menduga lahannya akan terkena imbas.
“Tanah berperkara itu semula luasnya 4.149 m2, namun kini bertambah sebanyak 270 m2 menjadi 4.419 m2,” ungkap istri AS. Ia mengatakan bahwa di dalam lahan seluas 270 m2 itu terdapat tiga rumah yang mendiami lahan tersebut. Namun, hanya dua rumah yang dieksekusi sementara satu rumah lainnya tidak dieksekusi padahal kedua rumah yang dieksekusi memiliki Akta Jual Beli (AJB).
AS menambahkan bahwa pihaknya sudah berupaya untuk melaporkan hal ini ke Polisi dan upaya lainnya, namun tidak membuahkan hasil. “Kami sudah membela hak kita, namun tidak direspon. Kami menuntut keadilan serta hak kami dikembalikan, selain itu kami juga ingin didengar”, ujar AS.
Merespon aduan tersebut, “Komnas HAM akan mempelajari lebih lanjut terkait permasalahan eksekusi lahan warga Jakarta Timur berinisial AS”, ucap Hairansyah. Hairansyah kemudian menanyakan sejumlah pertanyaan untuk menggali permasalahan ini lebih dalam. Ia menanyakan terkait kekuatan hukum, riwayat dan kronologis, proses terjadinya eksekusi, serta beberapa pertanyaan lain.
“Jika terdapat kesalahan prosedur, Komnas HAM akan memanggil para pihak untuk dimintai keterangan, tentunya setelah duduk perkaranya jelas,” tutup Hairansyah menutup audiensi.
Penulis: Feri Lubis
Editor: Eka C. T
Hak atas kesejahteraan adalah hak setiap warga negara. Salah satu hal yang penting dalam hak atas kesejahteraan tersebut adalah hak untuk bertempat tinggal serta memiliki kehidupan yang layak.
Istri AS menuturkan bahwa pada 8 Juni 2021, secara tiba-tiba ia dan anak-anaknya dipaksa meninggalkan rumah yang ditempatinya karena akan dilakukan eksekusi. Ia dipaksa meninggalkan dan mengosongkan rumah tersebut saat itu juga tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Lebih lanjut istri AS mengatakan bahwa buntut dari eksekusi tersebut, ia dan anak-anaknya mengalami trauma dan terpaksa tinggal di kontrakan berukuran kecil. Sebenarnya dia dan keluarganya telah mengetahui bahwa ia menempati lahan yang bersebelahan dengan lahan berperkara. Namun, ia tidak menduga lahannya akan terkena imbas.
“Tanah berperkara itu semula luasnya 4.149 m2, namun kini bertambah sebanyak 270 m2 menjadi 4.419 m2,” ungkap istri AS. Ia mengatakan bahwa di dalam lahan seluas 270 m2 itu terdapat tiga rumah yang mendiami lahan tersebut. Namun, hanya dua rumah yang dieksekusi sementara satu rumah lainnya tidak dieksekusi padahal kedua rumah yang dieksekusi memiliki Akta Jual Beli (AJB).
AS menambahkan bahwa pihaknya sudah berupaya untuk melaporkan hal ini ke Polisi dan upaya lainnya, namun tidak membuahkan hasil. “Kami sudah membela hak kita, namun tidak direspon. Kami menuntut keadilan serta hak kami dikembalikan, selain itu kami juga ingin didengar”, ujar AS.
Merespon aduan tersebut, “Komnas HAM akan mempelajari lebih lanjut terkait permasalahan eksekusi lahan warga Jakarta Timur berinisial AS”, ucap Hairansyah. Hairansyah kemudian menanyakan sejumlah pertanyaan untuk menggali permasalahan ini lebih dalam. Ia menanyakan terkait kekuatan hukum, riwayat dan kronologis, proses terjadinya eksekusi, serta beberapa pertanyaan lain.
“Jika terdapat kesalahan prosedur, Komnas HAM akan memanggil para pihak untuk dimintai keterangan, tentunya setelah duduk perkaranya jelas,” tutup Hairansyah menutup audiensi.
Penulis: Feri Lubis
Editor: Eka C. T
Short link