Kabar Latuharhary – Pembangunan Makassar New Port (MNP) merupakan salah satu proyek strategis nasional yang diduga telah menimbulkan sejumlah dinamika sosial. Berdasarkan data pengaduan dan pemantauan langsung, Komnas HAM melihat ada dampak sosial terhadap nelayan dan lingkungan hidup di pesisir pantai. Komnas HAM mengundang stakeholder masalah ini untuk mendapatkan sejumlah data dan informasi guna mendalami situasi tersebut.
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam, menyampaikan beberapa poin tersebut pada pertemuan bersama stakeholder terkait Proyek Pelabuhan Baru Makassar, di Kantor Komnas HAM, Rabu, 14 April 2021. Mohammad Choirul Anam menceritakan awal mula pengaduan kasus hingga langkah-langkah yang dilakukan oleh Komnas HAM.
“Awalnya, berangkat dari adanya pengaduan terkait penangkapan terhadap nelayan di kasus Boskalis oleh kapal Queen of Netherland. Kemudian, kami merespon dan menegosiasikannya dengan pihak kepolisian, khususnya Polairud,” ujar Mohammad Choirul Anam. Lebih lanjut Mohammad Choirul Anam menjelaskan pada awalnya Komnas HAM melakukan pendekatan dan meminta kepada pihak kepolisian agar tidak koersif dalam penggunaan kewenangannya.
Tim pemantauan Komnas HAM selanjutnya melakukan turun lapangan dan melihat ada perkembangan masalah untuk kasus tersebut. Ada jaringan yang basisnya lingkungan mengadukan ke Komnas HAM dan melihat persoalan tersebut dalam spektrum yang lebih luas. Terkuak bahwa kasus tersebut terkait penambangan pasir laut untuk Makassar New Port yang merupakan proyek strategis nasional. Proyek tersebut dinilai memiliki masalah pada tata kelola lingkungan dan berdampak terhadap nelayan.
“Akhirnya, kami turun melihat langsung ke beberapa lokasi. Kami melihat secara kasat mata, memang nelayan terdampak langsung karena adanya penambangan pasir. Pertama, tempat hidup ikannya menjadi terganggu, kedua tidak hanya lingkungan atau lahan yang terdampak, pada akhirnya jalur laut juga berdampak pada nelayan, sehingga banyak nelayan yang tiba-tiba turun drastis hasil tangkapannya bahkan hilang mata pencahariannya. Disitulah dinamika sosial mulai berlangsung, demo dan sebagainya,” kata Mohammad Choirul Anam.
Masih menurut Mohammad Choirul Anam, beberapa faktor penyebabnya yaitu, terkait masalah perizinan, zona operasi yang ditetapkan, serta tata kelola pelaksanaan dari proyek tersebut. Tim Pemantauan Komnas HAM menemukan ada problem administrasi hukum terutama soal perizinan. “Keterangan yang diperoleh dari masyarakat, tidak ada partisipasi dan faktanya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pun memang ada amandemen, belum selesai sampai sekarang, tetapi proyek tetap berjalan,” ucap Mohammad Choirul Anam.
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam, menyampaikan beberapa poin tersebut pada pertemuan bersama stakeholder terkait Proyek Pelabuhan Baru Makassar, di Kantor Komnas HAM, Rabu, 14 April 2021. Mohammad Choirul Anam menceritakan awal mula pengaduan kasus hingga langkah-langkah yang dilakukan oleh Komnas HAM.
“Awalnya, berangkat dari adanya pengaduan terkait penangkapan terhadap nelayan di kasus Boskalis oleh kapal Queen of Netherland. Kemudian, kami merespon dan menegosiasikannya dengan pihak kepolisian, khususnya Polairud,” ujar Mohammad Choirul Anam. Lebih lanjut Mohammad Choirul Anam menjelaskan pada awalnya Komnas HAM melakukan pendekatan dan meminta kepada pihak kepolisian agar tidak koersif dalam penggunaan kewenangannya.
Tim pemantauan Komnas HAM selanjutnya melakukan turun lapangan dan melihat ada perkembangan masalah untuk kasus tersebut. Ada jaringan yang basisnya lingkungan mengadukan ke Komnas HAM dan melihat persoalan tersebut dalam spektrum yang lebih luas. Terkuak bahwa kasus tersebut terkait penambangan pasir laut untuk Makassar New Port yang merupakan proyek strategis nasional. Proyek tersebut dinilai memiliki masalah pada tata kelola lingkungan dan berdampak terhadap nelayan.
“Akhirnya, kami turun melihat langsung ke beberapa lokasi. Kami melihat secara kasat mata, memang nelayan terdampak langsung karena adanya penambangan pasir. Pertama, tempat hidup ikannya menjadi terganggu, kedua tidak hanya lingkungan atau lahan yang terdampak, pada akhirnya jalur laut juga berdampak pada nelayan, sehingga banyak nelayan yang tiba-tiba turun drastis hasil tangkapannya bahkan hilang mata pencahariannya. Disitulah dinamika sosial mulai berlangsung, demo dan sebagainya,” kata Mohammad Choirul Anam.
Masih menurut Mohammad Choirul Anam, beberapa faktor penyebabnya yaitu, terkait masalah perizinan, zona operasi yang ditetapkan, serta tata kelola pelaksanaan dari proyek tersebut. Tim Pemantauan Komnas HAM menemukan ada problem administrasi hukum terutama soal perizinan. “Keterangan yang diperoleh dari masyarakat, tidak ada partisipasi dan faktanya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pun memang ada amandemen, belum selesai sampai sekarang, tetapi proyek tetap berjalan,” ucap Mohammad Choirul Anam.
Menyoal dampak terhadap lingkungan dan nelayan tersebut, Komnas HAM merasa perlu bekerja sama dengan kementerian terkait terutama dalam hal zona perizinan. “Kami cek zona perizinan dan sebagainya, ternyata memerlukan informasi lebih lanjut terkait ini. Soal zona yang ada di laut, ternyata kurang memperhatikan nelayan, sehingga tempat ikan dan nelayannya menjadi terganggu. Penting bagi kami untuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dapat memberikan informasi soal zona lingkungan, baik yang ada di otoritas KKP maupun KLHK,” kata Mohammad Choirul Anam. Begitu pula untuk Kementerian Perekonomian, Mohammad Choirul Anam menilai proyek tersebut merupakan program prioritas nasional yang juga akan berdampak ke arah perekonomian.
Mohammad Choirul Anam meminta kepada kementerian terkait yang hadir untuk memberikan data dan informasi atas kasus tersebut sesuai kewenangannya masing-masing. “Mohon kami dibantu kalau memang ada informasi, dokumen, dan sebagainya untuk menjernihkan duduk soal perkaranya. Jadi, kami tidak hanya mendapatkan dari satu sisi. Kita lihat juga fakta di lapangan, sehingga dengan kewenangan kita masing-masing, maka akan bisa mendapatkan sesuatu yang lebih komprehensif yang dapat dijadikan pijakan untuk bisa melihat bagaimana jalan keluarnya,” ucap Mohammad Choirul Anam.
Dalam cakupan tersebut, Mohammad Choirul Anam berharap ada tindak lanjut/kebijakan sebagai hasil dari pertemuan yang dapat disepakati bersama untuk menyelesaikan kasus tersebut. “Ini merupakan pertemuan pertama, saya berharap ada tindak lanjut nantinya. Kami terbuka jika ada tim yang ingin berkunjung ke sana dengan kami, kalau seandainya ini semua bisa kita perbaiki, kami berharap minimal dampak terhadap ekosistem dan masyarakatnya tidak terlalu parah dan bisa kita tangani," ujar Mohammad Choirul Anam.
Hadir untuk memberikan pengantar dalam pertemuan tersebut, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik didampingi Kepala Biro Dukungan Penegakan HAM, Gatot Ristanto, serta Koordinator Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Endang Sri Melanie. Undangan yang hadir merupakan jajaran dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Kementerian Perekonomian. (Niken/Ibn)
Dokumen Foto: Humas Komnas HAM RI
Short link