Kabar Latuharhary – Peran perempuan dalam kehidupan bermasyarakat tidak dapat dipandang sebelah mata. Perempuan memiliki andil sebagai agen perubahan sekaligus penjaga kelestarian hutan alam yang menjadi sumber penghidupan masyarakat adat.
Perlindungan terhadap hutan alam, salah satunya di Papua, menjadi penting karena hutan Papua merupakan rumah bagi ratusan masyarakat adat yang kehidupannya bergantung pada hutan. “Perlu ada langkah korektif atas kebijakan masa lalu yang tidak menghormati hak asasi masyarakat hukum adat dan lingkungan hidup”, ucap Sandrayati Moniaga, Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM RI saat menjadi narasumber dalam diskusi yang berjudul “Kepemimpinan Perempuan dalam Konservasi, Pertanian, dan Mata Pencaharian di Tanah Papua” secara daring melalui aplikasi Zoom pada Senin (15/03/2021).
Sandra menyambut baik dan mengapresiasi diskusi yang diselenggarakan oleh EMPU, Komunitas Fesyen Berkelanjutan dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional 2021.
Seperti yang kita ketahui, perempuan tidak hanya bertugas di ranah domestik, tetapi juga ikut berkontribusi dalam ranah ekonomi, sosial, dan politik. Demikian pun perempuan adat yang tidak hanya mengatur urusan dapur, tetapi juga menjadi aktor di belakang layar yang ikut mempengaruhi keputusan adat. Sayangnya, peran di belakang layar itu membuat mereka terbatas aksesnya sehingga suara dan prioritas mereka kurang terdengar.
Perempuan adat dibekali pengetahuan ekologi tradisional secara turun-temurun terkait tata kelola sumber daya, konservasi hutan, pertanian dan mata pencaharian. Ketika terjadi perubahan iklim atau perusakan hutan yang berimplikasi pada lingkungan, maka yang pertama kali menjadi korban adalah perempuan.
Naomi Marasian, Aktivis perempuan Papua yang turut hadir menjadi narasumber mengungkapkan jika kedudukan hak perempuan adat dalam komunitas adat terbatas. Perempuan adat memiliki hak yang sama dalam kepemilikan tanah, namun jika mereka menikah atau meninggalkan wilayahnya maka tanah tersebut tidak dapat diwariskan kepada anak cucunya. “Hanya pada hak pengelolaan atau pemanfaatan, maka ini bisa diwariskan sebagai lahan garapan kepada anak cucunya, tetapi tidak bisa dipindahtangankan kepada pihak lain”, jelas Naomi.
Kekuatan ekonomi masyarakat adat ada di perempuan adat karena sebagian besar warisan adat dikelola oleh mereka. Peraturan ketat yang diberlakukan dalam masyarakat adat ini tidak lain bertujuan untuk menjaga warisan adat mereka. Namun, setidaknya mereka harus dilibatkan dalam proses keputusan terkait penggunaan tanah dan sumber daya alam dalam hal pembangunan dan investasi. “Jangan sampai merugikan masa depan generasi dan menambah beban kerja bagi perempuan adat”, lanjutnya.
Naomi menegaskan jika perempuan adat adalah bagian dari komunitas adat yang tidak terpisahkan dari ikatan sejarah, sosial serta budaya dalam keluarga, suku dan bangsanya. Perempuan adat bagian dari identitas budaya yang harus dijaga, dirawat, dihargai dan dihormati secara adat dan secara konstitusi oleh Negara.
Pada kesempatan ini, Sandra mencetuskan jika perlu adanya pengarusutamaan perspektif gender dalam semua program Pemerintah Daerah Papua dan Papua Barat terkait pengelolaan sumber daya alam, termasuk konservasi dan pertanian. “Perlu identifikasi hak-hak khusus perempuan terkait konservasi, pertanian dan mata pencaharian, serta sejauh mana Negara menghormati dan melindungi hak-hak tersebut”, pungkas Sandra. (Ratih/Ibn)
Perlindungan terhadap hutan alam, salah satunya di Papua, menjadi penting karena hutan Papua merupakan rumah bagi ratusan masyarakat adat yang kehidupannya bergantung pada hutan. “Perlu ada langkah korektif atas kebijakan masa lalu yang tidak menghormati hak asasi masyarakat hukum adat dan lingkungan hidup”, ucap Sandrayati Moniaga, Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM RI saat menjadi narasumber dalam diskusi yang berjudul “Kepemimpinan Perempuan dalam Konservasi, Pertanian, dan Mata Pencaharian di Tanah Papua” secara daring melalui aplikasi Zoom pada Senin (15/03/2021).
Sandra menyambut baik dan mengapresiasi diskusi yang diselenggarakan oleh EMPU, Komunitas Fesyen Berkelanjutan dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional 2021.
Seperti yang kita ketahui, perempuan tidak hanya bertugas di ranah domestik, tetapi juga ikut berkontribusi dalam ranah ekonomi, sosial, dan politik. Demikian pun perempuan adat yang tidak hanya mengatur urusan dapur, tetapi juga menjadi aktor di belakang layar yang ikut mempengaruhi keputusan adat. Sayangnya, peran di belakang layar itu membuat mereka terbatas aksesnya sehingga suara dan prioritas mereka kurang terdengar.
Perempuan adat dibekali pengetahuan ekologi tradisional secara turun-temurun terkait tata kelola sumber daya, konservasi hutan, pertanian dan mata pencaharian. Ketika terjadi perubahan iklim atau perusakan hutan yang berimplikasi pada lingkungan, maka yang pertama kali menjadi korban adalah perempuan.
Naomi Marasian, Aktivis perempuan Papua yang turut hadir menjadi narasumber mengungkapkan jika kedudukan hak perempuan adat dalam komunitas adat terbatas. Perempuan adat memiliki hak yang sama dalam kepemilikan tanah, namun jika mereka menikah atau meninggalkan wilayahnya maka tanah tersebut tidak dapat diwariskan kepada anak cucunya. “Hanya pada hak pengelolaan atau pemanfaatan, maka ini bisa diwariskan sebagai lahan garapan kepada anak cucunya, tetapi tidak bisa dipindahtangankan kepada pihak lain”, jelas Naomi.
Kekuatan ekonomi masyarakat adat ada di perempuan adat karena sebagian besar warisan adat dikelola oleh mereka. Peraturan ketat yang diberlakukan dalam masyarakat adat ini tidak lain bertujuan untuk menjaga warisan adat mereka. Namun, setidaknya mereka harus dilibatkan dalam proses keputusan terkait penggunaan tanah dan sumber daya alam dalam hal pembangunan dan investasi. “Jangan sampai merugikan masa depan generasi dan menambah beban kerja bagi perempuan adat”, lanjutnya.
Naomi menegaskan jika perempuan adat adalah bagian dari komunitas adat yang tidak terpisahkan dari ikatan sejarah, sosial serta budaya dalam keluarga, suku dan bangsanya. Perempuan adat bagian dari identitas budaya yang harus dijaga, dirawat, dihargai dan dihormati secara adat dan secara konstitusi oleh Negara.
Pada kesempatan ini, Sandra mencetuskan jika perlu adanya pengarusutamaan perspektif gender dalam semua program Pemerintah Daerah Papua dan Papua Barat terkait pengelolaan sumber daya alam, termasuk konservasi dan pertanian. “Perlu identifikasi hak-hak khusus perempuan terkait konservasi, pertanian dan mata pencaharian, serta sejauh mana Negara menghormati dan melindungi hak-hak tersebut”, pungkas Sandra. (Ratih/Ibn)
Short link