Latuharhary-Komnas
HAM menerima pengaduan masyarakat terkait transparansi layanan serta
akuntabilitas kepolisian.
“Yang menjadi
teradu dalam kasus ini adalah Polres Tangerang Selatan.Nanti kami akan
melakukan telaah lebih lanjut, apakah kedua fungsi itu bisa diaktifkan atau
sesuai yang disampaikan oleh pengadu saja yang lebih fokus soal pidananya,”
ujar Wakil Ketua Internal Komnas HAM RI, Munafrizal Manan dalam proses audiensi,
Senin (27/12/2021).
Aduan ini bermula dari perjanjian kerja sama pembangunan ruko di tanah milik pengadu. Usaha ini bermodal pinjaman rekannya sebesar Rp 500 juta.
Di tengah proses, rekan pengadu mengklaim salah satu ruko dan akan dijual sepihak melalui dokumen Akta Jual Beli. Pengadu kemudian melaporkan tindakan rekannya tadi ke Polres Tangsel, tetapi tidak ditindaklanjuti. Sebaliknya, rekannya melaporkan korban atas dugaan penipuan dan penggelapan ke Polres Tangsel dan ditangani oleh kepolisian. Pengadu ditetapkan jadi tersangka, namun tidak ditahan setelah ada permintaan penangguhan penahanan.
“Kami minta Komnas HAM RI menjamin untuk hak-hak, tidak ada pembiaran oleh lembaga negara,” ujar kuasa hukum pengadu, Romualdo.
Munafrizal mencermati bahwa pengaduan ini berfokus pada dua hal. Pertama, hubungan perdata pengadu dengan rekannya. Kedua, hubungan perdata yang awalnya untuk menjalin kerja sama berkembang menjadi permasalahan pidana.
Pengaduan
masyarakat yang disampaikan Komnas HAM RI, jelas Munafrizal, dapat ditangani
melalui dua fungsi, yakni mediasi dan pemantauan/penyelidikan berdasarkan UU
Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dengan ciri dan karakter yang berbeda. Sengketa
perdata dalam pengaduan ini dikaitkan soal kerja sama awal yang bisa
ditindaklanjuti melalui fungsi mediasi.(SP/IW)
Short link