Kabar Latuharhary –
Kondisi hak asasi manusia (HAM) para lanjut usia (lansia) di Indonesia belum
sepenuhnya dihormati, dilindungi, dan dipenuhi oleh negara. Kekosongan
kelembagaan setelah pembubaran Komisi Nasional Lansia pun memperburuk keadaan
lansia yang membuat mereka semakin terpinggirkan dan tidak diperhatikan.
“Bukan
hanya sekedar kesejahteraan, namun juga terkait martabat, pemenuhan, dan
partisipasi,” imbuh Sandrayati Moniaga menggambarkan dilema yang dialami lansia
di Indonesia. Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM yang biasa
dipanggil Sandra ini mengapresiasi Lansia Sejahtera Surabaya (LSS) yang terus
aktif mengkampanyekan hak-hak lansia. Hal ini disampaikan Sandra saat menjadi
narasumber dalam webinar yang bertajuk “Kekerasan terhadap Lansia dalam HAM dan
Bioetika” yang diselenggarakan secara daring melalui zoom, Rabu (15/12/2021).
Sandra
mengungkapkan jika sebagian penduduk masih beranggapan penduduk lansia sebagai
beban dan bertindak diskriminatif bahkan sampai menimbulkan kekerasan terhadap
lansia, padahal lansia masih bisa produktif dan berperan di usia lanjutnya.
“Kondisi penduduk lansia di Indonesia merupakan anugerah dan tantangan.
Stigmatisasi sebagai beban dan tidak produktif untuk lansia sebaiknya dihilangnya
karena masih banyak lansia yang tetap produktif dan mandiri di usianya,
Saparinah Sadli dan bapak ibu yang hadir di dalam webinar ini contohnya,” ucap
Sandra.
Lebih
lanjut Sandra menyampaikan data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2019,
mayoritas lansia bekerja pada sektor informal dan sebesar 46,22% memperoleh
pendapatan kurang dari satu juta rupiah per bulan. Terkait dengan kesehatan,
mayoritas lansia (96,46%) mengobati keluhan kesehatannya, baik dengan mengobati
sendiri maupun berobat jalan.
Tidak
hanya itu, Sandra menambahkan kemirisan yang dialami lansia seperti
penelantaran, sarana dan prasarana yang terbatas, kekerasan secara verbal
maupun non-verbal, dan praktik-praktik diskriminasi yang dilakukan secara
langsung maupun tidak langsung. Keadaan lansia yang cukup memprihatinkan ini
tidak sejalan dengan tujuan nomor 3 dalam tujuan pembangunan berkelanjutan yang
sedang pemerintah gencarkan. Bahkan pasal 42 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia secara tegas menyebutkan setiap warga negara yang
berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat mental berhak memperoleh perawatan,
pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara untuk menjamin
kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa
percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Ketua
LSS Siti Pariani setuju dengan ucapan Sandra. Menurutnya banyak lansia yang
bisa berkontribusi namun mereka tidak punya kesempatan. Pada kesempatan ini
Siti mengajak kepada para peserta webinar untuk peduli terhadap lansia dan Siti
berharap webinar ini dapat meminimalisir dan mencegah kekerasan terhadap
lansia.
Sandra
mengakui masih banyak pekerjaan rumah untuk perbaikan kondisi lansia di Indonesia,
mulai dari sisi aturan hingga sisi kelembagaan. “Begitu banyak warga lansia
yang sebenarnya berperan luar biasa dalam berbagai hal dengan kondisi yang
baik, namun banyak juga yang kondisinya rentan bahkan jauh dari pemenuhan dan
pelindungan. Butuh kerja sama lintas sektoral untuk melakukan perbaikan dalam
rangka penghormatan dan pemenuhan hak para lanjut usia,” pungkas Sandra.
Penulis: Andri Ratih,
Editor: Hari
Reswanto
Short link