Kabar Latuharhary
-- Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1
angka 7 menyatakan bahwa Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi
melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak
asasi manusia. Terkait kemandirian Komnas HAM sampai saat ini boleh dibilang belum
sepenuhnya mandiri. Mengapa? Karena peraturan perundangan
tentang kemandirian Komnas HAM belum sepenuhnya sejalan dengan Prinsip-Prinsip
Paris.
Kemandirian
menjadi salah satu poin penilaian untuk memperoleh akreditasi dari Global
Alliance of NHRIs (GANHRI). “Komnas HAM tetap berhasil mempertahankan akreditasi
A oleh Global Alliance of NHRIs (GANHRI) atas upaya anggota dan staf
yang memahami dan mencoba menaati Prinsip-Prinsip Paris,” kata Sandrayati
Moniaga, Komisioner Pengkajian dan Penelitian
Komnas HAM dalam kegiatan Konsultasi Organisasi Masyarakat Sipil “Sesi Dialog:
Tantangan & Kesempatan Komnas HAM dalam Mematuhi Prinsip-Prinsip Paris” yang
diselenggarakan secara daring oleh Aliansi Masyarakat Sipil Indonesia untuk
ANNI (Asian NGO Network on National Human Rights Institutions), Senin, 6
Desember 2021.
Sandra --
Sapaan akrab Sandrayati Moniaga -- menjelaskan
beberapa hal yang menjadi indikator tentang kemandirian Komnas HAM merujuk
pada Prinsip-Prinsip Paris. Pertama, dari penilaian soal kemandirian hukum,
sebagaimana disampaikan Sandra dalam dokumen elaborasi yang dikembangkan oleh
APF (ASIA PASIFIC FORUM) online NHRI,
independensi hukum menjelaskan dasar pembentukan
NHRI dan jaminan independensi yang diberikan. Prinsip-Prinsip
Paris menyatakan bahwa pembentukan instrumen
eksekutif - misalnya, keputusan atau perintah presiden - tidak dapat diterima.
“Dalam konteks di Indonesia, Hak Asasi Manusia (HAM) diakui dalam UUD 1945
pasca amandemen, tetapi untuk Komnas HAM dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 tentang HAM, sebelumnya dengan Keputusan Presiden (Kepres) tahun 1993,”
tutur Sandra.
Poin
berikutnya mengenai kemandirian anggota, Sandra menjelaskan bahwa di dalam Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, anggota
Komnas HAM berjumlah 35 orang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
berdasarkan usulan Komnas HAM dan diresmikan oleh
presiden selaku kepala negara sesuai Pasal 83 ayat 1. Menurut Sandra hal
tersebut menjadi persoalan hukum dan tidak sejalan dengan Prinsip-Prinsip Paris.
“Tidak ada pengaturan terkait kekebalan hukum. Pengaturan terkait anggota
berjumlah 35 orang tidak sejalan dengan prinsip kemandirian anggota dan efektivitas
kerja Komnas HAM,” ujar Sandra.
Lebih
lanjut adalah soal kemandirian dalam pembuatan kebijakan, terkait hal tersebut menurut
Sandra Komnas HAM sudah cukup mandiri. Kemandirian
dalam pembuatan kebijakan anggota Komnas HAM, sangat tergantung pada tingkat kemandirian individu
anggota. “Jadi, kalau anggotanya memang independen
mestinya bisa seperti itu,” ucapnya.
Hal lain
yang dilihat adalah terkait independensi keuangan dan berpikir mandiri. Untuk
indepensi keuangan, menurut Sandra masih menjadi persoalan karena anggaran Komnas HAM sesuai Pasal
98 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) dan proses
penyusunan anggaran sepenuhnya sama dengan kementerian atau lembaga lainnya.
Sama halnya
dengan persoalan independensi berpikir mandiri. Dalam hal ini, Sekretaris Jenderal Komnas HAM
dijabat oleh seorang Pegawai Negeri Sipil
(PNS) yang bukan anggota Komnas HAM, sesuai Pasal 81 ayat 1 dan 2 Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
“Semua
pegawai Komnas HAM adalah Pegawai
Negeri Sipil (PNS), kecuali beberapa staf khusus yang
bukan PNS. Tetapi staf substantif, fungsional dan pendukung itu adalah PNS. Persoalan ini menjadi isu buat
saya, soal berpikir mandiri kan tidak hanya pada komisioner, tetapi juga pada
staf, pada orang yang bekerja dengan Komnas HAM,” ucap Sandra.
Menurut
Sandra, dari hasil Survei Kepuasan Masyarakat terhadap Komnas HAM yang
dilakukan oleh penelitian dan pengembangan Kompas, datanya terus meningkat selama
tiga tahun terakhir. Namun menurutnya, soal kemandirian Komnas HAM masih perlu
ditingkatkan, misalnya soal penetapan akhir anggota. “Penetapan anggota mestinya
tidak di DPR, tetapi ini harus mengubah undang-undang kesesjenan, kepegawaian
dan anggaran. Ini harus kita perhitungkan juga, apakah kalau diubah undang-undangnya
akan lebih baik atau tidak,” kata Sandra menutup paparannya.
Penulis: Niken Sitoresmi
Editor: Rusman Widodo.
Short link