Kabar
Latuharhary – Kasus pelanggaran HAM setiap tahun
terus mengalami kenaikan. Jumlahnya mencapai ribuan kasus. Untuk menuntaskan
kasus-kasus tersebut secara cepat dan tepat tidak cukup hanya mengandalkan
mekanisme kerja rutin. ”Daripada kita berdiskusi
untuk mengubah Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, lebih baik
mendiskusikan bagaimana caranya membuat terobosan-terobosan agar kita memiliki
strategi intervensi yang baru dan bagus,” ucap Komisioner
Pemantauan dan Penyelidikan Mohammad Choirul Anam
dalam Diskusi Terbatas “Refleksi Penanganan Kasus
Pelanggaran HAM melalui Mekanisme Pemantauan dan Penyelidikan Tahun 2021” yang
diselenggarakan Komnas HAM di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Jumat, 26 November
2021.
Lebih lanjut Anam - sapaan Mohammad Choirul Anam – menyampaikan bahwa Komnas HAM saat ini sedang melakukan evaluasi terkait standar penanganan kasus. Menurutnya terdapat dua tipologi kasus yaitu kasus yang menjadi interest public dan kasus yang tidak menjadi interest public. “Kami perlu memiliki dan menjaga soal standar penanganan kasus, tidak boleh ada diskriminasi. Jadi, apapun kasusnya bisa cepat dan bagaimanapun kerjanya, faktanya bisa solid,” kata Anam.
Dalam rangka memastikan kerja yang bagus dengan fakta yang solid tersebut, Anam menyampaikan bahwa Komnas HAM memerlukan bantuan dan kerja sama dari jejaring kerja, mulai dari Non-Governmental Organization (NGO) hingga media massa.
Hal berikutnya yang menjadi tantangan Komnas HAM adalah soal akuntabilitas, yaitu kecepatan Komnas HAM dalam merespon pengaduan. “Tolong kami dijaga akuntabilitasnya. Kontrol Komnas HAM agar tradisi ini bisa menjadi tradisi baik sebagai lembaga HAM, jadi bicaranya itu yang akuntabel, akuntabel, akuntabel,” ujar Anam.
Harapan, dukungan, dan apresiasi dari peserta yang hadir terhadap Komnas HAM juga mengalir dalam forum tersebut, salah satunya dari perwakilan KontraS. “Walaupun kewenangan dan mandat Komnas HAM terbatas, minimal dalam penyuaraan dan sebagainya, Komnas HAM terlihat serius ingin keadilan dan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang berat,” ucap perwakilan KontraS. Sedangkan perwakilan dari Solidaritas Perempuan menyampaikan harapannya agar Komnas HAM tidak diskriminasi dalam memandang satu kasus. “Seperti dalam kasus deportasi, respon Komnas HAM cepat, namun untuk kasus PTPN Cinta Manis yang sudah lama terkendala staf yang pindah, sehingga harus mengulang laporan atau audiensi kembali,” tutur perwakilan Solidaritas Perempuan.
Forum diskusi tersebut dilakukan guna mendapatkan masukan konstruktif dari peserta undangan yang hadir, di antaranya merupakan perwakilan Non-Governmental Organization (NGO) maupun media massa. Komnas HAM menurut Anam memerlukan kritik maupun masukan dalam penanganan kasus pelanggaran HAM. Bagaimana Komnas HAM mengomunikasikan kasus-kasus tersebut dalam akuntabilitas penanganan kasus. “Semoga masukan teman-teman bisa menjadi energi baik bagi kami dan perubahan sistem, sehingga kami dapat berubah semakin lama semakin baik,” kata Anam.
Hadir dalam kegiatan tersebut Kepala Biro Dukungan Penegakan HAM Gatot Ristanto, Koordinator Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Endang Sri Melani serta tim dari Bagian Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM. Beberapa lembaga masyarakat dan media massa yang hadir yaitu dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (Elsam), Human Rights Working Group (HRWG), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, LBH Pers, Solidaritas Perempuan, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Safenet, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), AMAN, Kompas.com, Detik.com, Cnnindonesia.com, Tempo, Tribunnews.com, JPnn.com, Sindonews.com, dan Republika.co.id.
Penulis: Niken Sitoresmi.
Editor: Rusman Widodo.
Short link