Kabar Latuharhary
- Kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan
hak memperoleh informasi dan informasi publik merupakan hak asasi manusia yang paling hakiki. Namun nyatanya,
beberapa tahun ke belakang,
ancaman terhadap hak berpendapat dan berekspresi di Indonesia meningkat dan
berdampak pada situasi penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak atas
kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia. Sebagian masyarakat merasa
tidak bebas dan tidak aman dalam menyampaikan ekspresi di media sosial.
Ketakutan tersebut berdampak buruk bagi pelaksanaan negara demokrasi yang
memenuhi, melindungi, dan menghormati hak asasi manusia warganya.
Komnas HAM bersama
dengan Kesbangpol Kota Semarang dalam Festival HAM 2021 mengadakan sesi Diskusi
Paralel bertajuk Hak Berpendapat dan Berekspresi untuk Mendorong Kebinekaan,
Inklusi, dan Resiliensi Masyarakat secara hybrid
pada Rabu, 17 November 2021. Hadir sebagai narasumber Komisioner Pemantauan dan
Penyelidikan, M.
Choirul Anam, dan
beberapa penanggap dari unsur pemerintah pusat dan daerah, serta unsur
masyarakat sipil.
Komisioner Pengkajian
dan Penelitian, Sandrayati Moniaga, saat sambutan pembuka menyampaikan bahwa sejak 2018 Komnas HAM
telah menyusun 7 (tujuh) Standar Norma dan Pengaturan (SNP), salah satunya SNP
tentang Hak atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi. Dalam SNP Hak atas
Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi disebutkan bahwa dalam sebuah negara yang
demokratis, kedaulatan negara berada di tangan rakyat sehingga kehendak rakyat
yang disampaikan melalui pendapat dan ekspresinya, harus menjadi dasar
penyelenggaraan pemerintahan.
“SNP ini disusun karena
Komnas HAM melihat begitu banyaknya persoalan HAM antara lain karena baik
aparat penegak hukum, pemerintah dan juga masyarakat memiliki tafsir yang
sangat beragam tentang hak asasi manusia, tentang hak-hak yang ada, serta
tentang subjeknya dan lain-lain. Berangkat dari situ, Komnas HAM menyusun SNP ini melalui proses
yang sangat panjang,” jelas Sandra.
Anam, sapaan akrab M.
Choirul Anam dalam paparannya menyampaikan pentingnya hak atas kebebasan
berpendapat dan berekspresi untuk mendorong kebinekaan, inklusi dan resiliensi.
Pertama, bahwa hak atas
kebebasan berpendapat dan berekspresi adalah enabler untuk
merealisasikan hak-hak lainnya, seperti hak atas pendidikan, hak untuk
berkumpul, hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan, hak atas kesehatan, dan
lain-lain.
Kedua, kehendak rakyat yang disampaikan melalui
pendapat dan ekspresinya harus menjadi dasar penyelenggaraan pemerintahan.
Ketiga, bahwa kebebasan berpendapat dan berekspresi diperlukan sebagai bentuk
pengawasan, kritik, dan saran dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan
demokratis. Ia pun memaparkan
highlight
kasus ancaman kebebasan berekspresi yang ditangani Komnas HAM selama 2020
sampai 2021, seperti kasus Ravio Patra, Tirto.id, Saiful Mahdi, Bintang Emon
sampai Tempo.com.
Hadir pula dalam
diskusi Kepala Diskominfo Kota Semarang, Bambang Pramusinto, serta sastrawati dan wartawan, Linda Christanty. Bambang Pramusinto menyampaikan
telah ada beberapa kebijakan HAM untuk berekspresi di Kota Semarang, seperti
adanya Perda Kota Semarang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Pubik, Rancangan
Perda RPJMD 2021-2026, Perwal Kota Semarang Nomor 35 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengelola
Informasi dan Dokumentasi, dan lain-lain. Tidak hanya itu, adanya Lapor Hendi
yang merupakan sistem
pengelolaan pengaduan dan aspirasi yang dapat dimanfaatkan oleh semua warga
Kota Semarang terkait pelayanan publik yang diberikan oleh Pemerintah Kota dan
program-program lainnya.
“Kebebasan untuk
berpendapat dan berekspresi ini merupakan salah satu bentuk hak yang esensial,
yang semuanya harus menghormati. Apa yang menjadi program dan kebijakan Pemkot
Semarang adalah modal kecil yang bisa diterapkan di
seluruh pemerintah daerah di Indonesia. Harus ada apresiasi, penghormatan untuk
kebebasan berpendapat dan berekspresi bagi semua manusia,” tegas
Bambang.
Lebih lanjut, Linda
menyampaikan pengalamannya terkait kebebasan berpendapat dan berekspresi. Salah
satunya yang terjadi pada 2011 ketika Ia melalui Facebook ikut menyerukan
solidaritas untuk anak Punk di Aceh yang ditangkap Polisi. Menurutnya, saat ini
sudah saat mempraktikan slogan setiap orang adalah pejuang HAM. Dengan demikian
berbagai persoalan dapat diatasi karena setiap orang punya tanggung jawab untuk
menghargai HAM orang lain.
Di akhir diskusi,
Anam menyampaikan bahwa SNP harus dibaca dan digunakan sebagai
rujukan pemerintah dan negara dalam mengelola dan memberikan penikmatan HAM
kepada seluruh manusia.
Sebagai informasi,
pada tahun ini Komnas HAM bersama dengan International NGO Forum on Indonesian
Development (INFID), Kantor Staf Presiden, dan Pemerintah Kota Semarang
menggelar Festival HAM dengan tema utama Bergerak Bersama Memperkuat Kebinekaan, Inklusi, dan Resiliensi. Dalam
konteks tema Festival HAM 2021, pernyataan pendapat dan ekspresi adalah wujud
dari kebinekaan atas aspirasi warga negara yang mesti dihormati dan dilindungi.
Dengan memfasilitasi kebebasan berpendapat dan berekspresi maka kanal-kanal
demokrasi akan lebih terbuka dan meningkatkan daya lenting atau resiliensi
masyarakat dalam berbagai kondisi, khususnya di tengah pandemi Covid-19 saat
ini. Kebebasan berpendapat dan berekspresi juga akan mendorong terwujudnya
masyarakat yang inklusif, di
man setiap orang mempunyai hak yang setara dalam menyampaikan pendapat
dan ekspresinya.
Penulis : Utari Putri W
Editor : Sri Rahayu
Short link