Kabar Latuharhary
- Suku asli atau komunitas adat terpencil yang sering disebut sebagai Indiginous People di
Indonesia masih mengalami permasalahan terbesar terkait perubahan sumber
penghidupan yang sangat cepat sedangkan kemampuan untuk beradaptasi berjalan
lambat. Hal tersebut berpengaruh pada kelangsungan hidup suku asli ini.
Adanya terobosan dari
Menteri Sosial Republik Indonesia dengan memberikan identitas sementara kepada
orang rimba yang dilanjutkan dengan pencatatan administrasi kependudukan
memunculkan banyak harapan orang rimba pada negara. Dalam rangka ulang tahun
Komunitas Konservasi Indonesia WARSI, diadakan Webinar secara daring dengan
tema Administrasi Kependudukan Gerbang Kesetaraan Suku Adat Marginal
pada Jum’at,
5 November 2021.
Komisioner Pengkajian
dan Penelitian, Sandrayati Moniaga yang hadir sebagai salah satu penanggap
menjelaskan apa saja kerja-kerja dan temuan-temuan Komnas HAM terkait orang
rimba. “Secara tugas dan fungsi, Komnas HAM mulai masuk pada
tahun 2015 ketika ada peristiwa belasan orang rimba meninggal di Jambi.
Kemudian ada pemantauan atas meninggalnya orang rimba juga untuk melihat
persoalan hak asasi orang rimba secara menyeluruh,” jelas Sandra.
Lebih lanjut, Sandra
menjelaskan Komnas HAM menerima pengaduan dari orang rimba yang berkonflik
dengan PT. SAL pada 2019. Merespon aduan itu, telah dilakukan pra mediasi pada
2020 juga pada saat yang sama Komnas HAM mendorong penyelesaian orang rimba
menyeluruh, tidak hanya dengan PT. SAL.
Sandra pun memaparkan
permasalahan dasar dari temuan Komnas HAM selama 2015 sampai dengan 2021,
seperti adanya kebutuhan mendasar yang sangat diperlukan orang rimba khususnya
makanan, ketersediaan sumber air bersih, akses layanan kesehatan dan jaminan keamanan. “Masih
banyak orang rimba yang
hidup dalam ketidakpastian,
kemiskinan, dan
malnutrisi. Dalam peristiwa meninggalnya belasan suku anak dalam yang berada di
sisi Timur Taman Nasional Bukit Dua Belas dalam waktu 3 (tiga) bulan juga
menunjukkan bukti permulaan yang
cukup adanya dugaan
pelanggaran HAM,” ucap
Sandra.
Tak hanya itu, pada
2019 ada temuan data kependudukan yang belum tersedia secara lengkap dan masih terdapat berbagai
perbedaan pandangan dalam kerangka penyelesaian permasalahan orang rimba secara
komprehensif. Sehingga diperlukan penyusunan kerangka kebijakan yang
komprehensif dalam penanganan dan pelindungan terhadap orang rimba, baik
terhadap wilayahnya, keamanan, kesehatan, lingkungan, pendidikan, dan jaminan
hukum terhadap eksistensi masyarakat adat suku anak dalam.
“Dari pemantauan Komnas
HAM, kami juga menemukan dugaan pelanggaran HAM yaitu hak hidup, hak atas
kesehatan, hak anak yang mana memang butuh perhatian khusus terkait kesehatan
dan juga fisik, mental spiritualnya, dan juga hak masyarakat adat secara khusus
yaitu soal diakuinya tata pemerintahan, identitas budaya mereka, kebudayaan,
wilayah adat termasuk hutan adat, hak atas lingkungan hidup, pengetahuan lokal, perbedaan kebutuhan
masyarakat dan lain-lain,” lanjut
Sandra.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 dan
Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga dengan jelas
mengatur hak warga negara untuk memperoleh pengakuan di depan hukum sebagai
pribadi di manapun berada. Sehingga layanan administrasi kependudukan merupakan
bagian dari pemenuhan hak sipil sebagai bentuk pengakuan pribadi seseorang di
hadapan hukum dan sebagai pintu masuk bagi pemenuhan hak-hak lainnya. “Administrasi kependudukan bukan hak asasi, tapi
merupakan pintu menuju pengakuan, penghormatan, pelindungan hak asasi,” tegas Sandra.
Di akhir paparan
Sandra menyampaikan bahwa tercatatnya anggota orang rimba ke dalam sistem administrasi
kependudukan merupakan langkah maju dari negara untuk dapat mewujudkan
penghormatan, pelindungan, pemenuhan, dan pemajuan HAM orang rimba. Sehingga langkah maju ini harus
sepenuhnya dimanfaatkan Pemerintah untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi
orang rimba yang mendasar yaitu hak hidup, hak atas wilayah adatnya, hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat, hak anak, serta hak-hak lainnya.
Sandra pun
menyampaikan apresiasinya kepada berbagai pihak yang membantu dalam hal ini. “Komnas HAM memberikan apresiasi kepada
Menteri Sosial, Menteri Dalam Negeri, Pemerintah Kabupaten terkait, Kementerian
Pendidikan, WARSI, dan
pihak-pihak lain yang telah membantu,” kata Sandra.
Penulis : Utari Putri W
Short link