Kabar Latuharhary

Hak Pendidikan bagi Penghayat Kepercayaan dan Masyarakat Adat

Kabar Latuharhary – Setiap orang berhak memperoleh pendidikan. Pendidikan ditujukan untuk mengembangkan pribadi seluas-luasnya dan merupakan bentuk penghargaan serta penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Melalui pendidikan seseorang dapat meningkatkan pengertian, toleransi dan berpartisipasi secara efektif di dalam masyarakat yang bebas.

“Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu,” ujar Beka Ulung Hapsara, Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM.

Hal itu Beka sampaikan saat menjadi narasumber dalam  Sarasehan dengan tema “Pemenuhan Hak Berpendidikan bagi Penghayat Kepercayaan dan Masyarakat Adat”. Acara itu diselenggarakan secara luring oleh Kemendikbud di Hotel Aston Inn, Semarang, pada Rabu, 17 November 2021.

Selain Komisioner komnas HAM, acara itu juga dihadiri oleh Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI), Engkus Ruswana, Penyuluh Pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan YME, Suwarwanto dan Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang, Gunawan Saptogiri.

 

Mengawali pemaparan, Beka mengatakan bahwa pendidikan seharusnya diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan. Selain itu, pendidikan yang baik dilakukan secara tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

“Setiap peserta didik dalam satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama,” jelas Beka.

Beka kemudian menjelaskan empat pilar penyelenggaraan pendidikan. Pilar yang pertama yaitu available (tersedia), pendidikan gratis dan wajib belajar bagi semua anak. Orang tua bebas memilihkan pendidikan bagi anak-anaknya. Kedua adalah accessible (dapat diakses) yaitu memprioritaskan penghapusan diskriminasi di dunia pendidikan.

Kemudian ketiga, acceptable (dapat diterima), tersedianya pendidikan yang berkualitas yang berpijak pada niai-nilai HAM. Keempat adalah adaptable (Dapat disesuaikan) yaitu tersedianya pendidikan yang mampu mengakomodir dan menyesuaikan minat utama dan setiap anak, tutur Beka melanjutkan.

Mengulas lebih jauh, Beka menyinggung masalah pemenuhan pendidikan di Indonesia yang belum merata, terutama bagi penghayat kepercayaan dan masyarakat adat. Beberapa masalah tersebut diantaranya adalah tidak tersedianya tenaga pendidik untuk mata pelajaran penghayat kepercayaan.

“Diskriminasi terhadap peserta didik penghayat kepercayaan sering terjadi,” lanjut Beka lagi. Selain itu, pendidikan yang diterima tidak sesuai kebutuhan baik dari segi kurikulum dan sistem pembelajaran. Lokasi/tempat pendidikan juga menjadi permasalahan yang sering muncul karena sulit dijangkau.

Pemerintah perlu menyediakan kurikulum, metode pembelajaran serta tenaga pendidik yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan penghayat kepercayaan. “Pendidikan untuk masyarakat adat harus berdasar pada nilai-nilai adat lokal, nilai kebangsaan Indonesia dan nilai-nilai HAM,” pungkas Beka  menutup materi.  

Penulis: Feri Lubis

Short link