Kabar Latuharhary – Kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) merupakan hak setiap orang. Hak itu termasuk hak berganti agama atau kepercayaan, menjalankan agama atau kepercayaan, serta hak untuk tidak beragama. Kebebasan beragama dan berkeyakinan merupakan hak asasi manusia (HAM) yang dilindungi oleh negara.
“Agama seseorang tidaklah mengurangi hak seseorang sebagai warga negara,” kata Beka Ulung Hapsara, Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM.
Hal itu ia sampaikan saat menjadi narasumber dalam Workshop Penguatan Kapasitas Keberagaman dan Inklusi Sosial. Acara itu diselenggarakan secara daring oleh Jaringan Gusdurian pada Selasa, 19 Oktober 2021.
Mengawali acara, Beka menyampaikan materi terkait cakupan hak beragama dan berkeyakinan. Materi ini mengacu pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) Pasal 18. Ia kemudian mengelompokan materi ini ke dalam tiga bagian.
Bagian pertama, adalah kebebasan berpikir, berhati nurani dan beragama. Bagian kedua adalah menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, termasuk untuk tidak menetapkan agama atau kepercayaan apapun. Sedangkan bagian ketiga adalah kebebasan untuk menjalankan agama dan kepercayaan dalam kegiatan. Kegiatan tersebut berupa ibadah, pentaatan, pengamalan, dan pengajaran.
Selanjutnya Beka menjelaskan beberapa prinsip dan norma KBB.
Beka menjelaskan bahwa kewajiban negara terhadap KBB serupa dengan kewajiban negara terhadap HAM. Kebebasan menjalankan agama atau kepercayaan hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, serta hak-hak dan kebebasan orang lain.
“Kebebasan menjalankan agama dapat dilakukan secara sendiri maupun bersama-sama di tempat umum atau secara tertutup”, lanjut Beka lagi. Pengakuan agama merupakan hak setiap komunitas agama tanpa diskriminasi, sehingga prosedur pengakuan yang bersifat administratif tidak boleh mengalahkan hak atas identitas keagamaan.
“HAM memungkinkan adanya pembatasan terhadap KBB. Terutama dalam pelaksanaan manifestasi agama atau keyakinan (eksternum). Pembatasan dilarang pada aspek internum sesuai dengan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945”, tegas Beka.
“Pembatasan dilakukan hanya ketika “dibutuhkan”. Pembatasan tidak dilakukan untuk mendiskriminasi komunitas agama atau keyakinan tertentu,” pungkas Beka memberikan materi.
Penulis: Feri Lubis
Editor: Christi Ningsih
Short link