Kabar Latuharhary – Kolaborasi adalah hal yang penting dalam merawat toleransi. Kolaborasi antara pemerintah daerah, masyarakat, tokoh agama, kampus, serta aparat penegak hukum menjadi penting dilaksanakan agar hak-hak konstitusional warga dapat terus dilindungi dan dipenuhi.
“Pemerintah kota - sebagai representasi negara -- tidak dapat bekerja sendiri, namun harus berkolaborasi dengan berbagai elemen masyarakat. Baik dalam hal menjaga toleransi, maupun dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan terkait toleransi,” ujar Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Beka Ulung Hapsara dalam acara Dialog Nasional “Pemerintah Kota sebagai Pilar Penting Toleransi”. Acara tersebut diselenggarakan secara daring oleh Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) bekerja sama dengan The Asia Foundation, katadata, dan SETARA Institute, Kamis, 30 September 2021.
Lebih lanjut, Beka – sapaan akrab Beka Ulung Hapsara – menyampaikan selain kolaborasi, upaya untuk memastikan keberlanjutan kebijakan dalam merawat toleransi juga penting. Sehingga walaupun suatu daerah berganti pimpinan, praktik-praktik baik dalam merawat toleransi tetap dapat terus dijalankan.
“Saat ini, semakin banyak kota-kota di Indonesia memiliki insiatif baik untuk menempatkan toleransi sebagai isu penting. Hal tersebut juga searah dengan insiatif Komnas HAM terkait Kabupaten/Kota HAM. Ini bukan hanya bergantung kepada pemimpin daerahnya saja, tetapi aparatur pemerintahannya sebaiknya juga paham soal HAM serta toleransi. Hal ini untuk menjaga, jangan sampai ketika wali kotanya ganti, kebijakan soal toleransi itu tidak dijaga. Ini penting untuk menerapkan prinsip keberlanjutan. Sehingga bisa dikerjakan oleh siapa saja, termasuk juga oleh aparatur kota tersebut,” kata Beka.
Hal senada disampaikan oleh Direktur Eksekutif SETARA Institute Ismail Hasani. Toleransi menurut Ismail Hasani adalah sesuatu yang harus diperjuangkan dan dijaga. Menurutnya, kota dengan segala keunikan, kekhasan, dan kekuatan kosmopolitansinya dapat menjadi motor penggerak untuk merawat dan mendorong toleransi.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian saat memberikan keynote speech-nya menyatakan bahwa toleransi bukanlah sesuatu hal yang datang dengan tiba-tiba, tetapi harus dirawat dan dijaga dengan langkah-langkah nyata. Dalam rangka merawat toleransi di Indonesia, menurut Tito Karnavian, kota memegang peranan yang sangat penting. Kota adalah pusat syaraf kegiatan politik, ekonomi, sosial-budaya, bahkan ideologi. Merawat toleransi di perkotaan akan memberikan dampak yang sangat luas untuk wilayah luar perkotaan. Upaya-upaya perlu dibangun untuk merawat toleransi, melakukan upaya pencegahan dan penanganan konflik sosial.
“Penanganan konflik dan pengembangan rasa toleransi harus terus menerus kita jaga, baik dengan cara-cara yang persuasif, soft, mediasi, serta dialog. Jika cara-cara persuasif tidak berhasil, maka menggunakan cara yang koersif, penegakan hukum dengan tegas, namun terukur sesuai dengan norma yang ada. Upaya persuasif pencegahan jauh lebih penting daripada upaya responsif bila telah terjadi konflik,” kata Tito Karnavian.
Country Representative The Asia Foundation Sandra Hamid saat membuka acara sempat mengungkapkan hal serupa. Menurut Sandra Hamid, bukan hanya karena soal toleransi adalah hal yang penting dan krusial untuk Indonesia. Namun, juga bagaimana belajar untuk melakukan praktik-praktik baik dalam merawat toleransi tersebut secara bersama-sama.
“Selama ini kita sering mendengar masyarakat sipil mengeluhkan intoleransi, nah kini berbagai organisasi masyarakat sipil bekerja sama dengan pemerintah kota untuk mendorong agenda penting merawat toleransi. Tidak bekerja sendiri-sendiri, tetapi di hari ini kita akan mendengar upaya-upaya kolaborasi masyarakat sipil dan pemerintah daerah,” kata Sandra Hamid.
Dalam acara dialog nasional yang dimoderatori oleh Prita Laura tersebut hadir Wakil Ketua Dewan Pengurus Apeksi yaitu Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi serta Direktur Eksekutif Apeksi Alwis Rustam. Selain itu, hadir beberapa wali kota dari berbagai kota di Indonesia serta jajarannya. Mereke menceritakan pengalaman-pengalaman serta praktik-praktik baik di wilayahnya dalam merawat dan menjaga toleransi.
Penulis: Niken Sitoresmi.
Editor: Rusman Widodo.
Short link