Latuharhary – Korban pelecehan dan kekerasan seksual bukan saja dialami oleh perempuan, namun juga oleh laki-laki. Atas nama hak untuk hidup dan mencegah dampak panjang kasus kekerasan seksual, Komnas HAM RI mendukung pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
“Ini merupakan komitmen kita bersama kalau tidak hal ini akan terus terjadi. Kekerasan seksual meningkat dari tahun ke tahun, korban makin banyak,” ungkap Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik dalam Webinar Series: Ketika Kaum Maskulin Menjadi Korban Pelecehan Seksual yang diselenggarakan oleh Kolaborasi Indonesia, Kamis (23/9/2021).
Hal ini, imbuh Taufan, berkaitan erat dengan relasi kuasa dalam praktiknya dan merupakan perendahan martabat seseorang yang tentunya menimbulkan penderitaan. Kasus-kasus pelecehan dan kekerasan seksual, disebutnya, termasuk perendahan martabat manusia bagi korban.
“Dalam perspektif HAM, martabat manusia adalah given by God atau sesuatu yang diberikan Tuhan bersifat melekat dan semua orang harus menghormatinya termasuk di dalamnya aktivitas seksual yang dimana masing-masing orang memiliki otonomi untuk setuju melakukannya atau disebut consent, yang dilakukan dengan penuh kesadaran, tanpa paksaan, dan intimidasi,” jelas Taufan.
Pemerintah maupun non-pemerintah diharapkan gencar memberikan kesadaran di masyarakat yang cenderung permisif, terhadap kebiasaan-kebiasaan yang dapat digolongkan sebagai perendahan martabat. “Terkadang kita tidak punya sensitivitas terhadap hak asasi manusia. Bangsa ini harus menghormati martabat manusia tidak boleh membiarkan ada praktik bernegara yang merendahkan martabat orang lain (human degrading of dignity),” ujar Taufan.
Titik urgensi pengesahan RUU PKS mengandung aspek pencegahan yang tidak secara eksplisit disebutkan dalam KUHP. Substansi KUHP hanya menyebutkan pencabulan dan perzinahan.
Menilik soal aspek keadilan dan penegakan hukum dalam pelecehan dan kekerasan seksual, Taufan juga meminta keberpihakan terhadap korban melalui upaya rehabilitasi seperti yang diatur dalam RUU PKS. Setiap putusan yang diambil pun harus berdasarkan perspektif korban dengan prinsip partisipasi dan mengedepankan keadilan bagi korban serta menghormati prinsip privasi. " Karena rehabilitasi ada kaitanya dengan hak-hak privat korban untuk dilindungi,” jelas Taufan. (AAP/IW)
Short link