Kabar Latuharhary – Para Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia memiliki peran strategis dalam memajukan dan menegakkan HAM di Indonesia. Tapi peran Pembela HAM kadang tidak bisa dijalankan secara optimal karena mereka sering mendapat hambatan dan ancaman dari berbagai pihak.
“Perlu upaya lebih serius untuk melindungi para Pembela HAM di Indonesia,” tutur Sandrayati Moniaga Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM saat menjadi narasumber diskusi publik bertajuk “Gerakan Perempuan dan Pemuda dalam Penyelamatan Ruang Hidup serta Pelindungan Pejuang Lingkungan Hidup di Indonesia” Senin, 20 September 2021. Acara ini diselenggarakan secara luring dan daring oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) bekerja sama dengan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) serta Solidaritas Perempuan.
Lebih lanjut Sandra – sapaan Sandrayati Moniaga -- menyebutkan beberapa contoh kasus tindakan yang menimpa para Pembela HAM yang diadukan kepada Komnas HAM. Tindakan yang pernah dialami oleh pembela HAM tersebut di antaranya berupa kriminalisasi, intimidasi, kekerasan, perusakan, hingga pemutusan hubugan kerja (PHK). Sedangkan, pihak yang diadukan mulai dari korporasi, polisi, pemerintah daerah (Pemda), Tentara Nasional Indonesia (TNI), lembaga peradilan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan lain-lain.
Berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Komnas HAM bertujuan untuk mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia serta meningkatkan pelindungan dan penegakan hak asasi manusia. Pada Pasal 76 ayat 1 untuk mencapai tujuannya, Komnas HAM melaksanakan fungsi pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang hak asasi manusia. Sesuai kewenangannya tersebut, Komnas HAM melakukan upaya-upaya pemajuan dan pelindungan bagi Pembela HAM.
Upaya pemajuan dan penegakan yang dilakukan oleh Komnas HAM, menurut Sandra antara lain dengan membentuk Tim Pembela HAM, melakukan capacity building bagi staf Komnas HAM, mengembangkan kerja sama serta kerja-kerja lainnya bagi pelindungan dan pemajuan pembela HAM. “Kami melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga, kami juga koordinasi dengan Lembaga Pelindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan ada juga koordinasi internasional,” kata Sandra.
Selanjutnya, Sandra menjelaskan berbagai upaya lain untuk melindungi dan memperkuat posisi Pembela HAM. “Di internal Komnas HAM, kami juga melakukan peningkatan pelindungan bagi Pembela HAM. Sekarang ada respon cepat untuk pengaduan kasus-kasus yang melibatkan pembela HAM, pendokumentasian, dan kami juga melakukan koordinasi intens dengan LPSK dan Komnas Perempuan,” ucap Sandra.
Hal lainnya, Sandra menyampaikan bahwa Komnas HAM telah melakukan kaji ulang atas Peraturan Komnas HAM No. 5 Tahun 2015 tentang Prosedur Pelindungan terhadap Pembela HAM. Selain itu, Komnas HAM juga melakukan Penyusunan dan Penetapan Standar Norma dan Pengaturan tentang Pembela HAM yang sudah disahkan pada 7 September 2021. Komnas HAM juga telah menetapkan tanggal 7 September sebagai Hari Pelindungan Pembela HAM Indonesia.
Kemudian, Sandra menyampaikan bahwa pada 7 September 2021 Komnas HAM, Komnas Perempuan dan LPSK telah mengadakan konferensi pers serta menyepakati beberapa hal, di antaranya, memberikan rekomendasi kepada:
1. DPR RI untuk segera melakukan perubahan berbagai kebijakan dalam berbagai bentuk yang berpotensi menjadi ancaman bagi kerja-kerja yang dilakukan oleh Pembela HAM (UU ITE/UU Minerba/UU Cipta Kerja) merevisi UU HAM yang memperkuat peran dan fungsi lembaga negara independen untuk mendorong ruang pelindungan dan pemulihan yang lebih komprehensif terhadap Pembela HAM dan Perempuan Pembela HAM;
2. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk segera menetapkan Peraturan Menteri (Permen) anti SLAPP (Strategic Lawsuit Againts Public Participation) terkait dengan implementasi Pasal 66 Undang-Undang tentang Lingkungan Hidup;
3. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk turut membangun sistem pelindungan melalui rumah-rumah aman bagi Perempuan Pembela HAM (PPHAM) yang mengalami kekerasan/serangan;
4. Aparat Penegak Hukum untuk memperhatikan penerapan Pasal 10 UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 13 Tahun 2006 tentang Pelindungan Saksi dan Korban dan menyosialisasikan pasal tersebut secara massif terutama kepada Aparat Penegak Hukum dan organisasi masyarakat sipil di seluruh Indonesia. Selain itu menggunakan mekanisme berbasis HAM dalam penanganan kasus Pembela HAM dan tidak mudah menerapkan pemidanaan untuk mengkriminalisasi mereka;
5. Media (offline dan online) untuk lebih intensif dalam mempublikasikan persoalan Pembela HAM demi memperkuat pemahaman publik.
Selain Sandra, acara diskusi publik tersebut juga menghadirkan narasumber lain yaitu: Ketua Dewan Walhi Risma Umar; Ketua Solidaritas Perempuan Dinda Nuur Annisa Yura; serta Khalisah Khalid sebagai moderator.
Penulis: Niken Sitoresmi
Editor: Rusman Widodo.
Short link