Kabar Latuharhary – Para mantan karyawan PT Merpati Nusantara Airlines yang tergabung dalam Paguyuban Pegawai Ex Merpati Nusantara Airlines mendatangi kantor Komnas HAM, Kamis (16/09/2021). Mereka yang didampingi tim kuasa hukum mengadukan pelanggaran haknya yang sudah sekian tahun terkatung-katung tanpa kejelasan dari pihak perusahaan.
“Kami mohon bantuan dan dukungan dari Komnas HAM untuk mengawal hak-hak kami yang sudah tertunda selama 8 tahun ini, nasib 1.751 pegawai Merpati Nusantara Airlines yang menyangkut SPU (surat pengakuan utang) dan dana pensiun hingga saat ini masih belum terpenuhi,” ungkap Kapten Anthony selaku Ketua Paguyuban Pegawai Ex Merpati Nusantara Airlines.
Seperti kita ketahui, PT Merpati Nusantara Airlines menjadi salah satu Badan Usaha Milik Negara yang mengalami mati suri. Ketidakpastian atas status perusahaannya tersebut berdampak besar bagi para mantan pegawainya.
Kapten Eddy Sarwono, salah satu anggota Paguyuban Pegawai Ex Merpati Nusantara Airlines menceritakan kronologi kejadiannya kepada Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Beka Ulung Hapsara beserta tim dari Bidang Pelayanan Pengaduan Komnas HAM. Tidak hanya Kapten Eddy, Kapten Muhammad Masykoer yang turut hadir secara daring melalui aplikasi zoom meeting mengungkapkan jeritan hatinya. “Perincian hak-hak kami belum pernah diberikan oleh PT Merpati Nusantara Airlines, selama ini kami hanya diberikan jumlah totalnya saja, dan itu juga baru dibayarkan setengahnya. Sampai saat ini pun belum ada solusi yang diberikan kepada kami,” ucapnya.
Lebih lanjut Kapten Muhammad Masykoer yang sudah pensiun dan lansia ini menceritakan keadaan rekan senasibnya. Katanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tidak sedikit dari mereka yang beralih menjadi pengemudi online, berjualan makanan di pinggir jalan, atau pekerjaan lainnya yang tidak sesuai dengan bidangnya selama ini. Hal ini disebabkan faktor usia dari para mantan pilot atau pramugara/i yang sudah tidak muda lagi.
Pada audiensi ini Beka berjanji akan menindaklanjuti aduan dari Paguyuban Pegawai Ex Merpati Nusantara Airlines. “Kami akan menganalisa dan menindaklanjuti aduan ini dengan meminta keterangan kepada semua pihak yang terkait dalam permasalahan ini,” ujar Beka.
Ada beberapa data yang diminta Beka untuk dapat dilengkapi oleh pengadu, seperti data-data para mantan pegawai yang diperinci tidak hanya dari segi ekonominya saja tetapi juga segi psikis, kesehatan, pendidikan anak-anaknya dan lainnya. Beka yakin tertundanya pemenuhan hak para mantan pegawai ini pasti tidak hanya berdampak pada mereka saja, tetapi juga keluarganya.
Audiensi ini kemudian dilanjutkan dengan konferensi pers yang dilakukan secara langsung di ruang Pleno Utama Komnas HAM dan disiarkan melalui youtube Humas Komnas HAM RI. Pada akhir acara Beka mengingatkan jika kita tidak bisa melupakan sejarah PT Merpati Nusantara Airlines sebagai penerbangan perintis yang menghubungkan daerah-daerah terpencil sebelum industri penerbangan Indonesia besar seperti ini. “Sejarah (penerbangan) Indonesia terbentuk dari peran dan kontribusi dari PT Merpati Nusantara Airlines,” pungkas Beka.
Penulis: Andri Ratih
Editor: Mimin Dwi Hartono
“Kami mohon bantuan dan dukungan dari Komnas HAM untuk mengawal hak-hak kami yang sudah tertunda selama 8 tahun ini, nasib 1.751 pegawai Merpati Nusantara Airlines yang menyangkut SPU (surat pengakuan utang) dan dana pensiun hingga saat ini masih belum terpenuhi,” ungkap Kapten Anthony selaku Ketua Paguyuban Pegawai Ex Merpati Nusantara Airlines.
Seperti kita ketahui, PT Merpati Nusantara Airlines menjadi salah satu Badan Usaha Milik Negara yang mengalami mati suri. Ketidakpastian atas status perusahaannya tersebut berdampak besar bagi para mantan pegawainya.
Kapten Eddy Sarwono, salah satu anggota Paguyuban Pegawai Ex Merpati Nusantara Airlines menceritakan kronologi kejadiannya kepada Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Beka Ulung Hapsara beserta tim dari Bidang Pelayanan Pengaduan Komnas HAM. Tidak hanya Kapten Eddy, Kapten Muhammad Masykoer yang turut hadir secara daring melalui aplikasi zoom meeting mengungkapkan jeritan hatinya. “Perincian hak-hak kami belum pernah diberikan oleh PT Merpati Nusantara Airlines, selama ini kami hanya diberikan jumlah totalnya saja, dan itu juga baru dibayarkan setengahnya. Sampai saat ini pun belum ada solusi yang diberikan kepada kami,” ucapnya.
Lebih lanjut Kapten Muhammad Masykoer yang sudah pensiun dan lansia ini menceritakan keadaan rekan senasibnya. Katanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tidak sedikit dari mereka yang beralih menjadi pengemudi online, berjualan makanan di pinggir jalan, atau pekerjaan lainnya yang tidak sesuai dengan bidangnya selama ini. Hal ini disebabkan faktor usia dari para mantan pilot atau pramugara/i yang sudah tidak muda lagi.
Pada audiensi ini Beka berjanji akan menindaklanjuti aduan dari Paguyuban Pegawai Ex Merpati Nusantara Airlines. “Kami akan menganalisa dan menindaklanjuti aduan ini dengan meminta keterangan kepada semua pihak yang terkait dalam permasalahan ini,” ujar Beka.
Ada beberapa data yang diminta Beka untuk dapat dilengkapi oleh pengadu, seperti data-data para mantan pegawai yang diperinci tidak hanya dari segi ekonominya saja tetapi juga segi psikis, kesehatan, pendidikan anak-anaknya dan lainnya. Beka yakin tertundanya pemenuhan hak para mantan pegawai ini pasti tidak hanya berdampak pada mereka saja, tetapi juga keluarganya.
Audiensi ini kemudian dilanjutkan dengan konferensi pers yang dilakukan secara langsung di ruang Pleno Utama Komnas HAM dan disiarkan melalui youtube Humas Komnas HAM RI. Pada akhir acara Beka mengingatkan jika kita tidak bisa melupakan sejarah PT Merpati Nusantara Airlines sebagai penerbangan perintis yang menghubungkan daerah-daerah terpencil sebelum industri penerbangan Indonesia besar seperti ini. “Sejarah (penerbangan) Indonesia terbentuk dari peran dan kontribusi dari PT Merpati Nusantara Airlines,” pungkas Beka.
Penulis: Andri Ratih
Editor: Mimin Dwi Hartono
Short link