Kabar Latuharhary – Dalam proses penyelidikan kasus alih status pegawai
KPK melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), Komnas HAM melangkah berdasarkan
pengaduan yang diterima. Untuk mengungkapkan kasus secara lebih mendalam,
Komnas HAM menggunakan model kronologi yang ketat sehingga menghasilkan
kesimpulan yang akurat dan faktual.
“Model Kronologi yang ketat
menghasilkan kesimpulan bahwa alih status pegawai KPK itu merupakan sebuah
seleksi,” kata M. Choirul Anam, Komisioner penyelidikan dan Pemantauan Komnas
HAM. Hal itu disampaikan dalam diskusi publik yang digelar oleh Yayasan LBH
Indonesia secara daring pada Minggu, 29 Agustus 2021.
Diskusi itu juga dihadiri oleh Dosen
FISIP UPN Veteran Jakarta, Sri Lestari
Wahyuningrum, Guru Besar Universitas Padjajaran, Atip Latipulhayat, dan Pegawai KPK, Rieswin Rachwell.
Diskusi publik tersebut mengusung tema “Stigmatisasi dan Pelanggaran HAM dalam
Alih Status Pegawai KPK melalui Tes Wawasan Kebangsaan”.
Anam mengatakan bahwa dalam menangani
sebuah kasus, Komnas HAM melangkah atas dasar pengaduan yang diterima. Hal yang
menarik setelah proses pengaduan adalah penelusuran. Komnas HAM melakukan
penyusunan yang sangat ketat dengan model kronologi untuk melakukan penelusuran.
“Kronologi inilah yang akan
menghasilkan intensi dan atensi. Intensi dan atensi dibutuhkan untuk
mendapatkan data yang akurat dan faktual,” ujar Anam melanjutkan.
Dalam mengungkapkan kasus ini, Anam memaparkan
bahwa Komnas HAM
dibantu beberapa pihak termasuk ASN dari KPK. Hal ini dilakukan dengan
memanggil pihak-pihak itu untuk dimintai keterangan. Keterangan kronologi
inilah yang akhirnya menyimpulkan bahwa
tujuan sebenarnya dari pelaksanaan tes TWK itu adalah sebuah seleksi yang
berselimut alih status.
Anam mengungkapkan bahwa Komnas HAM
menemukan kata seleksi itu diujung proses penyelidikan. “Kenapa demikian,
karena pada akhirnya, proses alih status itu ditentukan oleh asesor,” ujar
Anam.
Dalam
penjelasan lebih lanjut, Anam menjelaskan bahwa menurut para ahli proses alih status
yang merupakan perintah Undang-Undang merupakan administrative adjustment, sehingga
tidak memerlukan seleksi melainkan pernyataan tertulis. Hal ini dikarenakan yang dialihkan hanya
statusnya yaitu status pegawai independen KPK menjadi Pegawai Negeri Sipil
(PNS) KPK.
Anam
menyampaikan bahwa dari segi hukum banyak ditemukan ketidaksesuaian dalam tata kelola
pemerintahan yang baik, ketidak-transparanan, dan hal-hal lain yang setelah
ditelusuri ditemukan sebelas bentuk pelanggaran HAM.
Menutup pemaparan, Anam mengatakan
bahwa proses alih status pegawai seharusnya dilakukan secara akuntabel,
profesional dan transparan. Hal ini sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang
baik sebagai badan publik, pungkasnya.
Penulis:
Feri Lubis
Short link