Kabar Latuharhary – Beragam persoalan global yang terjadi diberbagai kabupaten atau kota diseluruh penjuru dunia harus mendapat perhatian serius. Persoalan itu antara lain angka urbanisasi yang tinggi, diperkirakan pada tahun 2050 sebanyak 70% penduduk dunia akan tinggal di kota. Urbanisasi itu akan membuat kota semakin padat penduduk dan melonjak kebutuhan publik akan air bersih, pangan, sanitasi, pendidikan, perumahan, dan fasilitas kesehatan. Urbanisasi juga akan memunculkan persoalan sosial, ketimpangan ekonomi, kriminalisasi, akses bantuan hukum, dan lain-lain.
Agar kota dapat aman dan nyaman untuk dihuni maka dibutuhkan pendekatan berperspektif hak asasi manusia (HAM) dalam tata kelola pemerintahan kota. “Penting untuk meletakkan HAM sebagai prinsip atau standar dalam pemerintahan yang baik di tingkat lokal,” kata Beka Ulung Hapsara Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan saat menjadi Keynote Speakers dalam acara Focus Group Discussion (FGD): Konsep Daerah Ramah HAM di Indonesia, Mungkinkah? FGD ini diselenggarakan secara online oleh Hivos bekerja sama dengan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Jumat, 3 September 2021.
Kemudian Beka – sapaan Beka Ulung Hapsara – mengatakan dalam konteks Indonesia telah muncul gerakan Kabupaten/Kota HAM yang diinisiasi oleh Komnas HAM, International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), dan Kantor Staf Presiden (KSP). Gerakan Kabupaten/Kota HAM berupaya meletakkan nilai-nilai HAM bukan hanya sebagai sebuah atribusi atau penghargaan, tetapi lebih kepada kerangka kerja. “Menyusun roadmap-nya bagaimana, sampai tersusunnya kebijakan yang komprehensif dalam soal pelaksanaan atau implementasi HAM di tingkat lokal,” kata Beka. Contoh implementasi dari upaya membumikan nilai-nilai HAM di tingkat lokal adalah lahirnya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2016 tentang Wonosobo Kabupaten Ramah HAM yang dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.
Selanjutnya, Beka menyampaikan gerakan Kabupaten/Kota HAM juga akan mampu memberikan perlindungan kepada Human Rights Defender (HRD), kelompok rentan, minoritas, dan marjinal yang sering terlanggar hak asasinya. Melalui tata kelola pemerintahan yang baik maka aparatur pemerintah daerah bisa bekerja sama dengan baik dengan aparat penegak hukum untuk memberikan jaminan perlindungan kepada para pembela HAM, kelompok minoritas, dan masyarakat umum.
Selain itu, gerakan Kabupaten/Kota HAM juga menjadi ajang untuk bertukar pengetahuan, pengalaman, ide, inovasi, dan praktik baik dalam pengelolaan pemerintahan, sehingga hal-hal positif bisa terus ditularkan ke seluruh pelosok negeri. Gerakan Kabupaten/Kota HAM salah satunya diwujudkan dengan kegiatan Festival HAM yang diselenggarakan setiap tahun sejak 2015. Festival HAM telah digelar dibeberapa kabupaten/kota yaitu, Jakarta, Wonosobo, Jember, Bojonegoro, dan Banjarmasin.
Lebih lanjut, Beka mengatakan gerakan Kabupaten/Kota HAM juga terjadi di tingkat internasional. Salah satunya adalah World Human Rights Cities Forum (WHRCF) di Gwangju, Korea Selatan. WHRCF ini merupakan event tahunan mulai tahun 2011 sampai saat ini dan sudah mendapat pengakuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Menurut Beka, Gerakan Kabupaten/Kota HAM ini harus terus didukung dan dikembangkan hingga menjangkau seluruh penjuru Indonesia karena Kabupaten/Kota HAM merupakan solusi yang tepat untuk menciptakan kehidupan yang beradab diberbagai kabupaten dan kota.
Tercatat hadir sebagai peserta aktif dalam FGD tersebut, perwakilan tokoh dari instansi pemerintah maupun lembaga masyarakat, di antaranya dari Kementerian Hukum dan HAM, Farida W. Ghifari, Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Taufik Basari, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Lukman Hakim Saefuddin, Komisi IX DPR RI, Kariyasa Adnyana, Komnas Perempuan, Suraya Ramli, Yayasan Hivos, Tunggal Pawestri, dan Amnesty International Indonesia, Nurina Savitri. Sebagai pemantik diskusi Edrieno Sutarjadi dari Program Manager Fearless Hivos, Genia Teresia dari Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat dan Endah Nurdiana dari Hivos sebagai moderator diskusi.
Penulis: Niken Sitoresmi.
Editor: Rusman Widodo.
Agar kota dapat aman dan nyaman untuk dihuni maka dibutuhkan pendekatan berperspektif hak asasi manusia (HAM) dalam tata kelola pemerintahan kota. “Penting untuk meletakkan HAM sebagai prinsip atau standar dalam pemerintahan yang baik di tingkat lokal,” kata Beka Ulung Hapsara Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan saat menjadi Keynote Speakers dalam acara Focus Group Discussion (FGD): Konsep Daerah Ramah HAM di Indonesia, Mungkinkah? FGD ini diselenggarakan secara online oleh Hivos bekerja sama dengan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Jumat, 3 September 2021.
Kemudian Beka – sapaan Beka Ulung Hapsara – mengatakan dalam konteks Indonesia telah muncul gerakan Kabupaten/Kota HAM yang diinisiasi oleh Komnas HAM, International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), dan Kantor Staf Presiden (KSP). Gerakan Kabupaten/Kota HAM berupaya meletakkan nilai-nilai HAM bukan hanya sebagai sebuah atribusi atau penghargaan, tetapi lebih kepada kerangka kerja. “Menyusun roadmap-nya bagaimana, sampai tersusunnya kebijakan yang komprehensif dalam soal pelaksanaan atau implementasi HAM di tingkat lokal,” kata Beka. Contoh implementasi dari upaya membumikan nilai-nilai HAM di tingkat lokal adalah lahirnya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2016 tentang Wonosobo Kabupaten Ramah HAM yang dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.
Selanjutnya, Beka menyampaikan gerakan Kabupaten/Kota HAM juga akan mampu memberikan perlindungan kepada Human Rights Defender (HRD), kelompok rentan, minoritas, dan marjinal yang sering terlanggar hak asasinya. Melalui tata kelola pemerintahan yang baik maka aparatur pemerintah daerah bisa bekerja sama dengan baik dengan aparat penegak hukum untuk memberikan jaminan perlindungan kepada para pembela HAM, kelompok minoritas, dan masyarakat umum.
Selain itu, gerakan Kabupaten/Kota HAM juga menjadi ajang untuk bertukar pengetahuan, pengalaman, ide, inovasi, dan praktik baik dalam pengelolaan pemerintahan, sehingga hal-hal positif bisa terus ditularkan ke seluruh pelosok negeri. Gerakan Kabupaten/Kota HAM salah satunya diwujudkan dengan kegiatan Festival HAM yang diselenggarakan setiap tahun sejak 2015. Festival HAM telah digelar dibeberapa kabupaten/kota yaitu, Jakarta, Wonosobo, Jember, Bojonegoro, dan Banjarmasin.
Menurut Beka, Gerakan Kabupaten/Kota HAM ini harus terus didukung dan dikembangkan hingga menjangkau seluruh penjuru Indonesia karena Kabupaten/Kota HAM merupakan solusi yang tepat untuk menciptakan kehidupan yang beradab diberbagai kabupaten dan kota.
Tercatat hadir sebagai peserta aktif dalam FGD tersebut, perwakilan tokoh dari instansi pemerintah maupun lembaga masyarakat, di antaranya dari Kementerian Hukum dan HAM, Farida W. Ghifari, Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Taufik Basari, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Lukman Hakim Saefuddin, Komisi IX DPR RI, Kariyasa Adnyana, Komnas Perempuan, Suraya Ramli, Yayasan Hivos, Tunggal Pawestri, dan Amnesty International Indonesia, Nurina Savitri. Sebagai pemantik diskusi Edrieno Sutarjadi dari Program Manager Fearless Hivos, Genia Teresia dari Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat dan Endah Nurdiana dari Hivos sebagai moderator diskusi.
Penulis: Niken Sitoresmi.
Editor: Rusman Widodo.
Short link