Kabar Latuharhary – Dalam perspektif HAM, pengembangkan diri merupakan salah satu elemen pertumbuhan ekonomi. Setiap orang berhak mendapatkan kemerdekaan untuk mengembangkan dirinya agar dapat menemukan jalan menuju kesejahteraan dirinya, bangsa dan negaranya.
“Setiap orang harus memiliki kemerdekaan untuk mengembangkan dirinya, hal ini sejalan dengan pembangunan ekonomi yang berrperspektif HAM,” kata M. Choirul Anam, Komisioner penyelidikan dan Pemantauan Komnas HAM.
Hal itu ia sampaikan saat menjadi pembicara daring dalam pelatihan untuk Sekolah Hak Asasi Manusia untuk Mahasiswa (Sehama) IX. Acara itu diselenggarakan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) pada Kamis, 02 September 2021.
“Setiap orang harus memiliki kemerdekaan untuk mengembangkan dirinya, hal ini sejalan dengan pembangunan ekonomi yang berrperspektif HAM,” kata M. Choirul Anam, Komisioner penyelidikan dan Pemantauan Komnas HAM.
Hal itu ia sampaikan saat menjadi pembicara daring dalam pelatihan untuk Sekolah Hak Asasi Manusia untuk Mahasiswa (Sehama) IX. Acara itu diselenggarakan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) pada Kamis, 02 September 2021.
Mengawali materi, Anam memantik respon peserta pelatihan akan sebuah isu melalui pertanyaan. ”Apakah pembangunan infrastruktur di Papua termasuk pembangunan?,” tanya Anam.
Beberapa peserta Sehama kemudian memberikan respon seperti berikut.
“Pembangunan infrastruktur di Papua bukan merupakan pembangunan ekonomi,” jawab Sigit Purnomo.
“Pembangunan infrastruktur justru mengambil hak masyarakat adat. Pertumbuhan ekonomi ini tidak sejalan dengan kesejahteraan masyarakat Papua,” sambung Rizky Anggraini.
Setelah mendengar jawaban dari peserta Sehama, Anam kemudian memberikan respon. Anam mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi secara global dapat dilihat dari Pendapatan Nasional Bruto (PNB), Pendapatan Domestik Bruto (PDB), Indek, dan beberapa acuan yang telah ditetapkan secara global.
“Efek dari dasar yang didesign secara global itu, kesejahteraan diinterpretasikan melalui pembangunan infrastruktur, gedung-gedung mewah, jalan, dan lain-lain. Hal itu tak jarang membuat sebagian orang digusur dari lingkungannya demi membangun infrastruktur itu,” lanjut Anam.
Anam menegaskan bahwa pembangunan ekonomi seharusnya menjawab kebutuhan masyarakat. Diperlukan adanya pendapat dan partisipasi untuk mengambil sebuah keputusan, terutama terkait pambangunan infrastruktur, jalan, dan lain-lain.
Selanjutnya Anam menyinggung permasalahan buruh yang menjadi penggerak roda ekonomi. “Selain isu lingkungan, kesejahteraan buruh di Indonesia juga perlu mendapat perhatian,” kata Anam.
Anam mengapresiasi serikat buruh yang telah berjuang memperjuangkan hak-hak buruh. Perspektif pemerintah yang berorientasi pada industri, pembangunan infrastruktur, dan eksploitasi alam seringkali berdampak pada kondisi buruh di Indonesia. Banyak sawah dan kebun yang dirampas dan dialihfungsikan lahannya untuk pembangunan. Akibatnya petani yang kehilangan mata pencahariannya itu beralih profesi menjadi buruh pabrik.
Selain itu, Anam berpandangan bahwa upah yang diterima buruh harus sesuai dan menyejahterakan. Banyak perusahaan di Indonesia yang masih memberikan upah dibawah standar minumum, sedangkan kebutuhan manusia berubah. Seseorang yang sudah menikah dan memilliki anak tentu berbeda dengan seseorang yang masih lajang. Namun, masih banyak perusahaan yang tidak memikirkan kondisi tersebut.
“Masyarakat seringkali gagal mengembangkan dirinya karena perspektif global atas pembangunan ekonomi. Sejatinya pertumbuhan ekonomi bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu fokus utama dari pembangunan dan pengembangan itu seharusnya adalah manusia atau masyarakat,” tutup Anam memberikan materi.
Penulis: Feri Lubis
Editor: ECT
Beberapa peserta Sehama kemudian memberikan respon seperti berikut.
“Pembangunan infrastruktur di Papua bukan merupakan pembangunan ekonomi,” jawab Sigit Purnomo.
“Pembangunan infrastruktur justru mengambil hak masyarakat adat. Pertumbuhan ekonomi ini tidak sejalan dengan kesejahteraan masyarakat Papua,” sambung Rizky Anggraini.
Setelah mendengar jawaban dari peserta Sehama, Anam kemudian memberikan respon. Anam mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi secara global dapat dilihat dari Pendapatan Nasional Bruto (PNB), Pendapatan Domestik Bruto (PDB), Indek, dan beberapa acuan yang telah ditetapkan secara global.
“Efek dari dasar yang didesign secara global itu, kesejahteraan diinterpretasikan melalui pembangunan infrastruktur, gedung-gedung mewah, jalan, dan lain-lain. Hal itu tak jarang membuat sebagian orang digusur dari lingkungannya demi membangun infrastruktur itu,” lanjut Anam.
Anam menegaskan bahwa pembangunan ekonomi seharusnya menjawab kebutuhan masyarakat. Diperlukan adanya pendapat dan partisipasi untuk mengambil sebuah keputusan, terutama terkait pambangunan infrastruktur, jalan, dan lain-lain.
Selanjutnya Anam menyinggung permasalahan buruh yang menjadi penggerak roda ekonomi. “Selain isu lingkungan, kesejahteraan buruh di Indonesia juga perlu mendapat perhatian,” kata Anam.
Anam mengapresiasi serikat buruh yang telah berjuang memperjuangkan hak-hak buruh. Perspektif pemerintah yang berorientasi pada industri, pembangunan infrastruktur, dan eksploitasi alam seringkali berdampak pada kondisi buruh di Indonesia. Banyak sawah dan kebun yang dirampas dan dialihfungsikan lahannya untuk pembangunan. Akibatnya petani yang kehilangan mata pencahariannya itu beralih profesi menjadi buruh pabrik.
Selain itu, Anam berpandangan bahwa upah yang diterima buruh harus sesuai dan menyejahterakan. Banyak perusahaan di Indonesia yang masih memberikan upah dibawah standar minumum, sedangkan kebutuhan manusia berubah. Seseorang yang sudah menikah dan memilliki anak tentu berbeda dengan seseorang yang masih lajang. Namun, masih banyak perusahaan yang tidak memikirkan kondisi tersebut.
“Masyarakat seringkali gagal mengembangkan dirinya karena perspektif global atas pembangunan ekonomi. Sejatinya pertumbuhan ekonomi bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu fokus utama dari pembangunan dan pengembangan itu seharusnya adalah manusia atau masyarakat,” tutup Anam memberikan materi.
Penulis: Feri Lubis
Editor: ECT
Short link